SURABAYA (SurabayaPostNews) — Momentum Sumpah Pemuda dimaknai mahasiswa Surabaya dengan refleksi dan aksi nyata. Aliansi BEM Surabaya resmi mengukuhkan kepengurusan baru, meluncurkan buku “Reformasi Belum Usai”, serta menggelar Simposium Sumpah Pemuda di Attawhid Tower, Universitas Muhammadiyah Surabaya (31 Oktober–1 November 2025).
Dengan tema “Dari Kota Pahlawan: Meneguhkan Persatuan Mahasiswa, Menggelorakan Semangat Sumpah Pemuda”, acara ini dihadiri perwakilan BEM dari berbagai daerah di Jawa Timur.
Koordinator Umum Aliansi BEM Surabaya, Nasrawi, menyebut Surabaya kini menjadi episentrum gerakan mahasiswa Jawa Timur.
“Aliansi ini bukan sekadar forum, tapi rumah bersama bagi mahasiswa lintas kampus. Tugas kami menjaga nalar kritis dan memperjuangkan etika publik bangsa,” ujarnya.
Dalam kegiatan ini juga dikukuhkan tujuh formatur baru, di antaranya Alwan Naufal Bariq (UINSA), M. La Rayba Fie (UNESA), dan Dendy Erdi Pranata (UWP).
Buku “Reformasi Belum Usai” karya Nasrawi menjadi sorotan utama. Buku ini membahas krisis etika publik, oligarki kekuasaan, hingga pentingnya mahasiswa sebagai “intelektual organik” yang menyehatkan moral bangsa.
Kepala Dispora Jatim, Dr. Hadi Wawan Guntoro, mengapresiasi semangat mahasiswa Surabaya.
“Sumpah Pemuda tak boleh berhenti di seremoni. Aliansi BEM Surabaya membuktikan energi muda masih hidup dan progresif,” katanya.
Wakil Rektor III UM Surabaya, Dr. Nur Mukarromah, menegaskan pentingnya ruang dialektika di kampus.
“Gerakan mahasiswa harus tumbuh dari etika dan kolaborasi,” ujarnya.
Acara ditutup dengan Simposium Sumpah Pemuda bersama Anggota DPRD Kota Surabaya, Muhammad Syaifuddin. Ia menegaskan,
“Kritik tanpa aksi kehilangan arah, tapi aksi tanpa nilai juga kehilangan makna,” pungkasnya.
Deklarasi penutup mereka tegas berbunyi: “Reformasi belum usai, perjuangan mahasiswa belum selesai.”
