SurabayaPostNews — Rupiah saat ini berada di titik terlemah dalam sejarah, menembus Rp16.600 per dolar AS, mencerminkan tekanan besar terhadap ekonomi Indonesia. Namun, alih-alih mengambil langkah strategis untuk menstabilkan rupiah secara menyeluruh, Bank Indonesia (BI) justru sibuk menyerap likuiditas melalui instrumen moneter seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Langkah ini semakin memperburuk situasi karena dana yang seharusnya mengalir ke sektor riil justru tertahan di instrumen keuangan BI. Akibatnya, ekonomi riil kehilangan momentum untuk bangkit, sementara rupiah terus terpuruk tanpa solusi konkret.
SRBI: Senjata yang Justru Memperlambat Ekonomi
BI gencar menawarkan SRBI dengan imbal hasil tinggi guna menarik investor agar tetap menyimpan dana dalam rupiah. Secara teori, ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada rupiah dan menarik modal asing, tetapi efek sampingnya justru berbahaya karena ikuiditas Tertahan di Pasar Keuangan
SRBI menarik dana dari perbankan dan investor, membuat peredaran uang di pasar semakin terbatas. Sementara Kredit perbankan ke sektor produktif berkurang, sehingga dunia usaha mengalami perlambatan.
Bisa dipastikan pelaku bisnis sulit mendapatkan kredit murah, menyebabkan investasi dan ekspansi usaha terhambat. Dengan konsumsi dan investasi yang lesu, pertumbuhan ekonomi juga terancam.
Dampak pada Rupiah bakal makin kompleks, sebab likuiditas dalam negeri berkurang, tetapi rupiah tetap melemah karena faktor eksternal belum ditangani. Pasar melihat BI lebih sibuk dengan kebijakan moneter defensif daripada mencari solusi fundamental untuk menopang rupiah.
Kenapa Rupiah Bisa Hancur?
Selain kebijakan BI yang berfokus pada penyedotan likuiditas, ada beberapa faktor utama yang menyebabkan rupiah terjun bebas:
1. Dolar yang Terus Menguat
The Fed masih mempertahankan suku bunga tinggi, membuat dana asing lebih memilih pasar AS dibandingkan negara berkembang seperti Indonesia.
2. Arus Modal Keluar dari Indonesia
Investor asing mulai menarik investasi mereka dari pasar obligasi dan saham, mengurangi permintaan terhadap rupiah.
3. Ketergantungan Impor yang Tinggi
Indonesia masih bergantung pada impor energi, bahan baku, dan barang modal yang harus dibayar dengan dolar AS. Dengan rupiah yang melemah, biaya impor semakin mahal dan berkontribusi pada inflasi.
Alih-alih hanya menyerap likuiditas, BI seharusnya melakukan pendekatan yang lebih komprehensif.
BI Harus Berhenti Menahan Likuiditas, Mulai Menyelamatkan Rupiah!
Selama BI hanya fokus menyerap likuiditas dengan SRBI tanpa menyeimbangkan kebijakan moneter dan fiskal, ekonomi Indonesia akan terus dalam tekanan. Sektor riil akan mati perlahan, sementara rupiah terus melemah.
BI perlu mengubah strategi agar likuiditas tidak hanya tertahan dalam sistem keuangan, tetapi juga dialirkan ke sektor produktif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperkuat fundamental rupiah.
Jika tidak, Indonesia hanya akan menghadapi krisis yang lebih dalam, dengan rupiah yang semakin tak berdaya di pasar global.