Energi Terbarukan vs. Harga Listrik: Mengapa Negara dengan Banyak Solar & Angin Justru Lebih Mahal?

Oleh: Surabaya Post News

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

(SurabayaPostNews) Energi matahari dan angin sering dipromosikan sebagai solusi masa depan yang ramah lingkungan dan murah. Namun, data terbaru menunjukkan paradoks menarik: negara-negara dengan proporsi energi terbarukan yang tinggi justru memiliki harga listrik rumah tangga yang lebih mahal. 

Jika energi matahari dan angin itu gratis, seharusnya biaya listrik semakin murah, namun tidak sesederhana itu.

Grafik menunjukkan hubungan antara harga listrik rumah tangga dan persentase energi terbarukan dalam bauran listrik global mengindikasikan bahwa negara-negara seperti Jerman, Denmark, dan Italia—yang sangat bergantung pada energi terbarukan—justru memiliki tarif listrik lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang masih bergantung pada bahan bakar fosil.

Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Rusia, Qatar, dan Arab Saudi yang masih mengandalkan bahan bakar fosil memiliki harga listrik jauh lebih murah.

Pembangunan fasilitas energi terbarukan, seperti panel surya dan turbin angin, membutuhkan investasi awal yang besar. Selain itu, jaringan listrik juga harus dimodernisasi agar mampu menangani pasokan listrik yang tidak stabil dari sumber terbarukan.

Matahari tidak selalu bersinar terang tanpa gangguan dan angin tidak selalu bertiup. Akibatnya, negara-negara yang mengandalkan energi terbarukan masih harus memiliki pembangkit listrik cadangan berbasis gas, nuklir, atau batu bara yang siap digunakan ketika energi terbarukan tidak cukup.

Menjalankan dua sistem ini sekaligus membuat biaya operasional lebih mahal.

Banyak negara Eropa mengenakan pajak energi tinggi untuk mendanai transisi ke energi hijau. Subsidi untuk energi terbarukan sering kali ditanggung oleh konsumen dalam bentuk kenaikan harga listrik.

Baterai penyimpanan untuk energi terbarukan masih sangat mahal. Agar listrik tetap tersedia saat sumber energi utama tidak aktif, banyak negara harus berinvestasi dalam baterai skala besar yang harganya bisa mencapai miliaran dolar.

Turbin angin dan panel surya memiliki efisiensi yang lebih rendah dibandingkan pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil. Efisiensi rendah berarti lebih banyak infrastruktur yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik dalam jumlah yang sama, sehingga meningkatkan biaya.

Energi terbarukan menjadi top narasi dan dikampanyekan sebagai energi masa depan, tetapi transisinya dipastikan membebani konsumen.

Indonesia sedang bergerak ke arah energi terbarukan, tetapi kita harus belajar dari pengalaman negara-negara lain. Jangan sampai transisi ini malah membuat harga listrik melonjak tinggi. Pemerintah harus memastikan bahwa investasi di sektor energi hijau dilakukan dengan perencanaan yang matang, termasuk mempertimbangkan stabilitas jaringan listrik dan teknologi penyimpanan energi.

Karena pada akhirnya, energi terbarukan harus bukan hanya ramah lingkungan, tetapi juga ramah di kantong rakyat.


Surabaya Post News

Get real time updates directly on you device, subscribe now.