SURABAYA – Perkara dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan seorang dokter spesialis, dr. Meiti M., telah memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri Surabaya menyatakan bahwa berkas penyidikannya telah lengkap (P21) dan segera dilimpahkan ke tahap penuntutan.
“Benar, berkas perkara atas nama tersangka Meiti M. telah dinyatakan lengkap atau P21,” kata Galih Riana Putra Intaran, Jaksa Peneliti di Kejaksaan Negeri Surabaya, saat dikonfirmasi media.
Meski demikian, hingga awal Juli 2025, proses pelimpahan tahap II, yakni penyerahan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan, masih belum dilakukan oleh penyidik. Informasi ini dibenarkan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejari Surabaya, Putu Arya Wibisana
“Untuk dokter Meiti sudah P 21 namun blm tahap dua (2) karena penyidik belum membawa tersangka ke Kejari surabaya”terang Putu Arya.
AKP Rina Shanty Dewi Nainggolan, Kasi Humas Polrestabes Surabaya menjelaskan bahwa penyidik telah melayangkan pemanggilan terhadap dr Meiti untuk menjalani pelimpahan tahap dua ke Kejari Surabaya, akan tetapi Meiti belum memenuhi panggilan penyidik.
“Iya sudah di panggil (oleh Penyidik),” ujarnya singkat, Jumat siang.
Ditanya soal apakah pihak Penyidik bakal melakukan upaya jemput paksa, mengingat dr Meiti masih beraktivitas seperti biasa di Rumah sakit, AKP Rina belum menjawab pertanyaan Tersebut.
Kasus ini bermula dari konflik rumah tangga antara dr. Meiti dan suaminya yang juga merupakan pelapor dalam kasus ini. Pada awal 2021, Dokter Spesialis di National Hospital Surabaya itu sempat mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Negeri Sidoarjo.
Setelahnya, Meiti memilih meninggalkan rumah dan tinggal terpisah di sebuah apartemen di kawasan Surabaya Timur. Ia sempat melaporkan dugaan KDRT yang dialaminya ke Polda Jawa Timur, namun laporan tersebut dihentikan (SP3) karena penyidik tidak menemukan cukup unsur tindak pidana.
Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) dikeluarkan pada akhir Desember 2021.
Tidak lama kemudian, sang suami melaporkan balik Meiti dengan tuduhan melakukan kekerasan fisik. Dalam laporannya, ia mengaku mendapat perlakuan kekerasan yakni dipukul dengan alat pengorengan oleh Meiti saat keduanya berada di dapur rumah mereka di kawasan Surabaya Barat.
Insiden itu terjadi usai cekcok antara keduanya, yang dipicu oleh nasihat Pelapor agar Meiti tetap di rumah menjaga anak mereka yang sedang sakit.
Laporan itu dituangkan dalam dokumen resmi di kepolisian, dan didukung sejumlah barang bukti, seperti alat penjepit gorengan serta hasil visum yang menunjukkan adanya luka memar dan nyeri pada tubuh korban.
Setelah melalui proses penyelidikan dan penelitian berkas oleh kejaksaan, perkara ini kini siap untuk dilanjutkan ke meja hijau. Meiti akan dihadapkan dengan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.@ Jn
 
			 
											