SURABAYAPOSTNEWS — Rincian lebih lanjut tentang pembunuhan mantan perdana menteri Jepang Shinzo Abe terungkap ke publik pada hari Kamis kemarin,
Pelaku pembunuhan Tetsuya Yamagami mengungkap “rahasia umum” terkait motivasinya melakukan pembunuhan
Menurut laporan media Jepang pada hari Kamis, tersangka Yamagami awalnya berencana untuk membunuh kepala sekte Gereja Unifikasi (sebuah kelompok agama yang didirikan di Korea Selatan), tetapi mengubah targetnya ketika kepala sekte urung pergi ke Jepang karena pandemi COVID-19.
Kebencian Yamagami terhadap kelompok agama meningkat setelah ibunya menyumbangkan lebih dari 100 juta yen ($720.000) ke Gereja Unifikasi, menurut sebuah laporan oleh Asahi Shimbun pada hari Kamis.
Sumbangan itu termasuk 50 juta yen yang diterima ibu tersangka dari polis asuransi jiwa suaminya, serta hasil penjualan properti, kutip laporan Asahi Shimbun.
Dia kemudian dinyatakan bangkrut pada tahun 2002.
Yamagami mengatakan kepada penyelidik bahwa sumbangan besar ibunya membawa keluarga itu ke dalam kehancuran finansial.
Kepala Gereja Unifikasi cabang Jepang, yang sering dikenal sebagai Moonies, mengatakan pada konferensi pers di Tokyo pada hari Senin bahwa ibu Yamagami adalah anggota kelompok agama tetapi tidak mengungkapkan rincian sumbangannya yang mungkin terkait dengan motivasi tersebut. di belakang aksi penembakan.
Kyodo News melaporkan pada hari Kamis bahwa tersangka telah mengaku kepada polisi bahwa dia awalnya membuat bom pressure cooker tetapi memutuskan untuk membuat senjata karena bom dapat melukai orang lain.
Pembunuhan itu telah menempatkan hubungan antara kultus dan politisi Jepang di bawah sorotan.
Tetsuya Yamagami, mengatakan hubungan antara Abe dan kelompok agama yang melumpuhkan keuangan keluarganya adalah motif penembakan fatalnya terhadap Abe. Namun media Jepang dan pihak resmi berusaha menyembunyikan identitas kelompok tersebut.
Media arus utama Jepang tidak membahas fakta ini sampai kantor berita internasional mengungkapkan bahwa kelompok itu sebenarnya adalah Gereja Unifikasi, yang bermarkas di Korea Selatan, yang menurut tersangka dibawa ke Jepang oleh kakek Abe, Nobusuke Kishi pada 1960-an.