Penerbit Lembaga Seni & Sastra Reboeng Luncurkan Buku Seri Hewan Endemik dalam festival internasional Ubud Writers and Readers Festival

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYA — Tahun ini Lss Reboeng lolos dalam program “Book Launch” di event Internasional Ubud Writers & Readers Festival yang akan digelar di Ubud, Bali pada 27 – 30 Oktober 2022.

Peluncuran buku ini menjadi bagian dari Roadshow Lss Reboeng dalam rangka merayakan Bulan Bahasa dan Sastra sekaligus menyongsong Hari Dongeng Nasional 28 November Tahun 2022.

Sebelumnya, Reboeng juga telah menggelar acara mendongeng di Yogyakarta pada 16 Oktober lalu.

Tema Ubud Writers and Readers Festival tahun 2022 adalah “Memayu Hayuning Bawana”, sebuah filosofi Jawa kuno yang memiliki makna “ikhtiar dalam merawat, melindungi, dan memperindah segala sisi keutamaan semesta.” UWRF menerjemahkan filosofi ini menjadi “Uniting Humanity” yang diimplementasikan dalam serangkaian programnya.

Tema UWRF tahun ini sejalan dengan misi cerita seri hewan endemik yang akan segera diterbitkan Lembaga Seni dan Sastra Reboeng hingga 20 seri di masa mendatang. Dua buku seri pertama dan kedua akan diluncurkan di UWRF pada 28 Oktober 2022 nanti.

Buku cerita seri hewan endemik akan mengenalkan anak-anak pada hewan endemik. Melalui cerita, mereka akan diajak memahami risiko perusakan alam atau penangkapan hewan. Anakanak akan diajak menyadari bahwa merawat hewan dan alam adalah sesuatu yang penting untuk dilakukan.

Saat ini sejumlah hewan endemik hampir punah akibat perburuan manusia atau akibat kerusakan habitat, baik kerusakan secara alamiah maupun kerusakan akibat ulah manusia.

Pendiri sekaligus Ketua Lss Reboeng, Nana Ernawati, menjelaskan, peluncuran tiga buku cerita anak terbitan Reboeng ini sekaligus menjadi Roadshow Mendongeng Reboeng yang pertama kali di Bali.

“Acara peluncuran tiga buku cerita anak terbitan Reboeng yang bertema hewan endemik Indonesia ini akan sekaligus menjadi Roadshow Mendongeng Reboeng di Bali. Peluncurannya akan berlangsung pada event Ubud Writers and Readers Festival 2022, pada 28 Oktober,’ ujar Nana Ernawati.

Adapun ketiga buku cerita terbitan Reboeng yang akan diluncurkan itu ialah Klakson Pika, Si Bekantan Pemberani, Sigi & Kugi Pantang Menyerah dan Gugun Badak Jawa Muda Berkelana.

Festival Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) merupakan festival sastra tahunan yang akan berlangsung pada 27-30 Oktober 2022.

“Jadi kedua buku yang berisi cerita anak yang menarik tentang hewan endemik Indonesia inilah yang akan diluncurkann pada event UWRF 2022,” ujarnya menambahkan.

Namun, Lss Reboeng tak ingin peluncuran buku itu hanya berlangsung seperti talkshow atau seminar pada umumnya. Sehingga pada acara tersebut juga akan hadir Bli Gus Bao yang akan mendongeng. Itu pula sebabnya dalam peluncuran buku tersebut akan banyak anak-anak Bali yang akan turut hadir.

Dunia Kita

Ketika menyinggung dunia hewan dan lingkungan, Nana Ernawati, mengemukakan bahwa dia sering terngiang kata-kata Robert Swan OBE, penjelajah pertama asal Amerika Serikat yang berjalan ke Kutub Utara dan Kutub Selatan.

Menurut Nana, Swan yang juga dikenal sebagai pemimpin dalam inovasi energi sekaligus pendiri Yayasan 2041, lembaga nirlaba untuk pelestarian Antartika dan tanah untuk ilmu pengetahuan dan perdamaian, pernah mengingatkan dunia secara mengesankan dengan mengatakan “Bahaya terbesar bagi planet kita adalah keyakinan bahwa orang lain akan menyelamatkannya”.

“Kalau kita mau sedikit saja memperhatikan ucapan Swan, kita akan merasa was-was akan kelestarian alam. Mengapa? Karena sebenarnya kita, kaum dewasa, telah melakukan kesalahan sangat besar terhadap anak-cucu kita,” ujarnya.

Dia menekankan bahwa kaum dewasa telah mewariskan bumi dan isinya yang sudah rusak akibat cara hidup dan tingkah laku yang sangat tidak memperhatikan lingkungan.

“Itu termasuk abai terhadap makhluk-makhluk lain selain diri sendiri,” tegasnya.

20 Tahun Mendatang

Pada bagian lain penjelasannya, Nana Ernawati yang telah menerbitkan sejumlah antologi puisi dan dongeng mengemukakan, pihaknya menyadari, bahwa hal yang akan terjadi pada 20 tahun mendatang sangat tergantung pada cara anak-anak pada era ini memperoleh pendidikan dan pembiasaan dalam hal membangun relasi dengan lingkungan alam.

“Untuk itu pendidikan dan pembiasaan membangun model relasi dengan alam dan tata cara yang benar perlu dikuatkan. Menurut kami ini sangat penting agar tercipta kehidupan yang harmonis antara manusia, alam, dan isinya,” katanya.

Anak-anak era ini yang dimaksudkan Reboeng ialah generasi Alpha yang lahir pada kurun waktu 2010-2025. Pada umumnya, tutur Nana, mereka memiliki pemikiran yang kuat tentang keadaan dunia sekaligus tahu apa yang mereka inginkan.

“Selain menghendaki aturan yang jelas mereka adalah generasi yang sangat aktif, kritis, dan logis. Hasil penelitian mengatakan, anak-anak generasi alpha memiliki karakter dan metode belajarnya sendiri. Mereka memakai visualisasi yang menarik dan melakukan eksperimen,” urainya.

Dengan pemahaman tersebut, kata Nana, LSS Reboeng ingin menggarisbawahi perlunya generasi kini diajar untuk turut memerhatikan baik lingkungan sekitar tempat tinggal mereka maupun tempat-tempat yang jauh. Salah satu caranya adalah dengan membacakan buku cerita.

“Tapi perlu diingat bahwa buku cerita yang baik untuk anak tidak hanya berisi cerita yang baik dan lucu, tapi yang terutama adalah memberikan informasi kepada mereka tentang berbagai hal penting yang belum mereka ketahui,” ujarnya.

Sementara itu Nurul Ilmi, penulis cerita Sigi & Kugi Pantang Menyerah, menuturkan bahwa ia ingin memperkenalkan hewan endemik kepada anak-anak melalui cerita.

“Selain sebagai cerita yang menghibur tentu saja ini adalah cerita yang informatif mengenai Sigung dan Kukang. Tetapi bukan hanya itu yang ingin disampaikan. Kami juga ingin menyampaikan nilai-nilai hidup yang berkaitan dengan cerita. Beberapa hewan endemik ada yang hampir punah, bahkan ada yang dalam beberapa tahun tidak pernah terlihat lagi di wilayahnya. Tentu saja ini bukan sekadar karena mereka tidak bisa regenerasi, beberapa karena ditangkap oleh manusia dan beberapa karena habitat mereka yang rusak atau dirusak oleh manusia. Ini sesuatu yang penting dan anak-anak perlu tahu supaya mereka dapat menjaga dan melestarikan fauna dan alam Indonesia. Cara yang paling tepat untuk menyampaikan ini kepada anak-anak menurut saya melalui cerita”. Katanya.

Penulis buku Klakson Pika si Bekantan Pemberani dan Gugun Badak Jawa Muda Berkelana, Nana Ernawati selama ini lebih dikenal sebagai penyair Angkatan 1980-an. Menurut catatan beberapa sumber tertulis, perempuan kelahiran Yogyakarta itu mengembangkan bakat menulisnya sejak duduk di bangku SMP.

Pada 1981 puisinya meraih juara kedua dalam Lomba Cipta Puisi Renas (Remaja Nasional) yang ditaja Harian Berita Nasional Yogyakarta. Sejak itu karya-karyanya kerap menghiasi media, baik yang terbit di Yogya maupun Jakarta.

Nurul Ilmi penulis cerita Sigi & Kugi Pantang Menyerah kini mengajar di salah satu sekolah di Sumenep. Ia menulis cerita dan puisi dan saat masa kuliahnya di Yogyakarta ia sering mempublikasikan tulisannya di media massa.

Profil Buku

1.Klakson Pika, Si Bekantan Pemberani”(Horn of Pika, The Brave Long-nosed Monkey)

Buku Klakson Pika, Si Bekantan Pemberani, Penulis: Nana Ernawati
Penerjemah: Jane Ardaneshwar
Ilustrator: Maria Arum

Bekantan (Nasalis larvatus) atau Proboscis monkey merupakan spesies endemik yang mendiami hutan bakau (mangrove) di pulau Kalimantan. Selain hidup di Kalimatan Indonesia, bekantan juga terdapat di Kalimantan Malaysia dan Brunei). Primata ini dikenal dengan sejumlah nama lain, yakni Kera Belanda, Pika, Raseng dan Kahau (Supriatna et al. 2000 via https://primata.ipb.ac.id).

Masih banyak informasi yang menarik pada dunia bekantan. Sisi-sisi yang menarik inilah yang digali dan diolah oleh sastrawan Nana Ernawati menjadi cerita anak yang menarik, menghibur, dan informatif melalui buku cerita berjudul Klakson Pika, Si Bekantan Pemberani.

Hadir dalam dua bahasa, yakni Indonesia dan Inggris, buku Klakson Pika, Si Bekantan Pemberani – selanjutnya disebut Klakson Si Pika berkisah tentang seekor bekantan muda jantan yang mulai memasuki usia dewasa. Memasuki usai dewasa berarti ia harus berjuang untuk memenangkan banyak hal.

Sebagai penyair atau sastrawan senior Nana Ernawati berhasil menghadirkan kisah Si Pika secara detail. Berawal dari pengambilan nama Pika di antara banyak nama untuk bekantan binatang ini lalu bergerak ke habitat binatang ini, buku Klakson Pika mengantarkan pembaca hingga bagian kisah saat bekantan muda harus menghadapi ujian untuk menjadi dewasa dengan segala permasalahan dan tantangannya.

Selain memperkenalkan informasi tentang binatang ini untuk anak-anak berusia 9-14 tahun, Klakson Pika juga tampil sebagai kiasan bagi anak laki-laki yang sedang memasuki masa akil balik; khususnya tentang arti nilai keberanian.

Sebagaimana disebutkan di atas, buku ini tampil dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Sang penerjemah, Jane Ardaneshwari, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh LSS Reboeng, mengatakan kekuatan buku ini. Melalui Klakson Pika penulis mampu menunjukkan bahwa bahasa Indonesia memiliki kekuatan untuk tampil secara efektif dan bernas dalam menampilkan cerita namun tetap menarik untuk dibaca dan duterjemahkan.

Kekuatan serupa juga tampil dalam dua buku cerita lain terbitan Reboeng. Diharapkan kekuatan seperti ini memungkinkan buku-buku cerita anak Indonesia dan segala kekayaan nilai yang terkandung di dalamnya, khususnya nilai sosial dan budaya, bisa diterima dunia.

2. “Sigi & Kugi Pantang Menyerah” (Sigi & Kugi Will Never Surrender)

Buku Sigi & Kugi, Penulis: Nana Ernawati, Penerjemah: Jane Ardaneshwari, Ilustrator: Nai Rinaket

Sigi & Kugi Pantang Menyerah adalah buku cerita anak karya penulis berbakat Nurul Ilmi.

Sebagaimana Klakson Pika, buku ini juga tampil dalam dua bahasa – Indonesia dan Inggris—dan disiapkan khusus untuk memperkenalkan dunia hewan endemik Indonesia kepada anak-anak melalui cerita.

Hadir sebagai cerita yang menarik dan menghibur, buku ini juga tampil sebagai cerita yang informatif tentang Sigung dan Kukang. Masih ada lagi, selain itu melalui buku ini, penulis juga berupaya menyampaikan nilai-nilai mulia yang berkaitan dengan nasib lingkungan hidup, termasuk makhluk hidup selain manusia.

Sudah diketahui secara luas bahwa ada sejumlah hewan endemik Indonesia yang hampir punah.

Berbagai media dan lembaga terpercaya di berbagai belahan dunia menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun sejumlah hewan endemik Indonesia tidak pernah terlihat lagi di habitatnya.

Hal ini bukan hanya karena mereka gagal melakukan regenerasi. Alih-alih karena mereka menjadi korban perburuan manusia dan terutama akibat rusaknya habitat mereka oleh berbagai kepentingan yang menghadirkan perusakan hutan. Menyampaikan nasib lingkungan hidup beserta isinya, khususnya hewan, melalui cerita merupakan pilihan penting sebagai upaya penyelamatan lingkungan dan isinya. Cerita yang menarik, menghibur, dan informatif akan melekat kuat pada benak anak-anak.

Diharapkan penumbuhan relasi yang erat dan baik antara manusia muda dan lingkungannya melahirkan pemahaman, rasa memiliki, dan rrasa hormat yang kuat. Dengan demikian kelak mereka mampu menjaga dan melestarikan fauna dan flora Indonesia.

3. Gugun Badak Jawa Muda Berkelana (Gugun,The Wandering Young Javan Rhino)

Buku Gugun Badak Jawa Berkelana, Penulis: Nana Ernawati, Penerjemah: Jane Ardaneshwari, Ilustrator: Nai Rinaket

Pada tahun 2012 atau sepuluh tahun yang lalu sebelum terbitnya buku cerita anak berjudul Gugun Badak Jawa Muda Berkelana ini, nationalgeographic.grid.id melaporkan bahwa pada masa lalu, hewan badak jawa dapat ditemui hampir di seluruh gunung di Jawa barat. Namun akibat perburuan liar, jumlah mamalia yang memiliki nama Latin Rhinoceros sondaicus sondaicus ini menurun drastis.

Mengutip data yang dirilis World Wildlife Fund (WWF), nationalgeographic.grid.id melaporkan pada 1960-an, badak jawa yang terdapat di Ujung Kulon yang saat itu berada di wilayah Provinsi Jawa Barat – kini berada di wilayah Provinsi Banten– hanya berjumlah antara 20 hingga 30 ekor saja. Setelah program konservasi dijalankan pada sepanjang 1967 hingga 1978, populasinya meningkat hingga dua kali lipat.

Namun laporan itu juga menyebutkan bahwa dalam Daftar Merah IUCN, badak jawa termasuk mamalia yang sangat terancam punah. Mengutip data yang ada pada Taman Nasional Ujung Kulon, saat itu jumlahnya hanya tinggal 35 ekor.

Keberadaan badak jawa yang terkonsentrasi hanya di satu area dianggap sangat rentan terhadap kepunahan. Ada beberapa faktor penyebab, di antaranya akibat serangan penyakit dan bencana alam. Namun yang sering terjadi adalah faktor tindakan manusia, baik dalam bentuk perburuan liar maupun perusakan habitat akibat terjadinya ekspolitasi lingkungan yang berdampak pada rusaknya habitat badak jawa dan fauna lainnya.

Memang sudah ada upaya penyelamatan yang merupakan buah kerja sama antara WWF, Departemen Kehutanan, Balai Taman Nasional, dan masyarakat tempatan. Di antaranya tekah dilakukab pengkajian pembuatan habitat kedua. Mereka mengupayakan habitat baru sambil tetap melindungi populasi asli di Ujung Kulon.

Buku cerita anak berjudul Gugun Badak Jawa Muda Berkelana terbitan LSS Reboenglahir dari keprihatinan penulis atas nasib badak jawa. Menampilkan sosok Gugun yang banyak dikenal di daerah Jawa Barat, buku yang ditulis oleh Nana Ernawati ini menampilkan kisah yang amat menarik dan kontroversial. Dikisahkan bahwa di sana binatang mampu berkomunikasi dengan bahasa manusia.

Buku ini memiliki semangat yang kuat untuk menunjukkan kepada anak-anak bahwa dalam dongeng apa pun bisa terjadi. Dengan menampilkan tokoh badak yang dapat bicara dalam bahasa manusia,anak-anak dibawa kepada sebuah titik ikatan bagaimana manusia harus menghormati hak hidup binatang; juga bagaimana manusia harus memiliki pengetahuan dan kemauan untuk melestarikannya.@ **

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.