SURABAYA – M. Su’udi Fahri, terdakwa dalam kasus dugaan penyelundupan kayu ilegal, menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, tepatnya di ruang sidang Tirta 2, pada Kamis (6/3/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hajita dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya mendakwanya dengan Pasal 83 ayat (1) huruf b jo. Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Pasal 37 angka 13 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang ini menghadirkan empat saksi yang tergabung dalam satu tim dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Mereka adalah Anaas Desiana Muttaqin, Muammar Fikri Zamani, Dody Setiawan, dan Yogi Angga Prasetya.
Salah satu saksi menjelaskan bahwa tim menerima informasi pada pukul 16.00 WIB mengenai keberadaan kapal KM Pekan Fajar yang tengah sandar di pelabuhan dan diduga mengangkut kayu ilegal. Tim kemudian berkoordinasi dengan petugas kapal serta pihak PT Spil untuk melakukan pemeriksaan. Dari 44 kontainer yang diperiksa, lima di antaranya dibuka, dan ditemukan satu kontainer berisi kayu ilegal yang tidak sesuai dengan dokumen pengiriman.
“Dari hasil pemeriksaan, satu kontainer yang berisi kayu diduga ilegal ditemukan. Terdakwa Su’udi diketahui sebagai pemilik dan pengirim kayu tersebut, yang berasal dari Kalimantan Timur,” ungkap salah satu saksi.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut melalui aplikasi SIPUHH, tim menemukan ketidaksesuaian antara dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu Olahan (SKSHH-KO) dengan fisik kayu yang diangkut. Salah satu kontainer yang teridentifikasi bermasalah adalah kontainer bernomor SPNU 280193-0, yang dikirim oleh PT Prima Mas Berau kepada UD Kana Anugerah Utama.
Diketahui, terdakwa membeli kayu tersebut dari seseorang bernama Firmansyah, yang kini berstatus buron (DPO), pada 22 Februari 2024. Kayu olahan tersebut memiliki volume total 13,9 meter kubik dengan nilai transaksi sebesar Rp 66,8 juta.
Berdasarkan hasil penyelidikan, terdakwa diduga mengetahui bahwa kayu yang dibelinya tidak memiliki dokumen resmi, tetapi tetap melakukan transaksi. Ia dengan sengaja menguasai dan memperdagangkan kayu yang tidak dilengkapi dengan SKSHH-KO sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Tim Gakkum LHK memastikan bahwa kayu dalam kontainer tersebut tidak memiliki dokumen sah, sehingga terdakwa Su’udi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.