Surabaya – Lettu Laut (K) dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra menghadapi tuntutan hukuman delapan bulan penjara oleh oditur Letkol Yadi dalam persidangan di Pengadilan Militer pada Selasa (19/11/2024). Dalam sidang ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turut hadir untuk mewakili korban dalam pengajuan permohonan restitusi kepada terdakwa.
Dalam pembacaan tuntutan setebal 36 halaman, oditur menyatakan bahwa dr. Raditya Bagus terbukti bersalah melakukan kekerasan fisik dan psikis terhadap dokter Mae’dy beserta kedua putrinya, sesuai dakwaan pertama.
“Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama delapan bulan dikurangi masa tahanan yang telah dijalani oleh terdakwa,” ungkap Letkol Yadi saat membacakan tuntutan.
Oditur mengungkapkan bahwa kasus kekerasan ini terjadi pada 29 April 2024, di mana terdakwa melakukan kekerasan berupa melempar bantal guling ke arah dokter Mae’dy dan meludahi salah satu putrinya. Disebutkan pula bahwa terdakwa memiliki sifat temperamental serta kerap mengonsumsi minuman keras, baik di rumah maupun tempat kerja.
Selain itu, oditur menyampaikan bahwa terdakwa pernah dihukum enam bulan dengan masa percobaan delapan bulan karena kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri terdahulunya. Hal ini dianggap sebagai faktor yang memberatkan, ditambah perbuatan terdakwa yang mencoreng nama baik institusi TNI di tengah masyarakat.
Kuasa hukum korban, Mahendra Suhartono, menyatakan kekecewaannya atas tuntutan delapan bulan penjara tersebut.
“Tanpa mengurangi rasa hormat kami terhadap proses peradilan yang sedang berjalan, dalam lubuk hati Kami yang paling dalam tentu kecewa dengan tuntutan odmil hanya 8 bulan penjara padahal terdakwa sudah pernah dipidana sebelumnya dengan kasus rumah tangga juga, bahkan sebagaimana bukti yang sudah kami berikan kepada yang mulia majelis hakim, dampak dari KDRT yang dilakukan oleh Terdakwa juga mengakibatkan korban dan anak-anak korban terkena gangguan psikis bahkan anak pertama korban mengidap sakit epilepsi akibat pemukulan terdakwa,” ujar Mahendra.
Meski demikian, Mahendra tetap mempercayakan keputusan akhir kepada majelis hakim. Ia berharap hakim dapat membuat putusan yang bijak, sehingga keadilan dapat dirasakan oleh korban dan anak-anaknya. [Jn]