SURABAYA – Peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada Senin, 24 Februari 2025, justru diwarnai pelemahan pasar. Alih-alih memberikan optimisme, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot tajam, mencerminkan respons skeptis investor terhadap badan investasi baru ini.
Pada akhir perdagangan, IHSG turun 53,4 poin atau 0,78 persen ke level 6.749,60 dari posisi pembukaan di 6.803. Saham-saham BUMN, termasuk perbankan besar seperti BRI dan Mandiri, juga ikut tertekan, menandakan meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap keberlanjutan dan transparansi kebijakan investasi yang baru ini.
Menurut Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, reaksi pasar ini menunjukkan bahwa Danantara belum mampu membangun kepercayaan investor. “Peluncuran entitas sebesar ini seharusnya menjadi katalis positif, tetapi justru direspons negatif oleh pasar. Ini sinyal serius bahwa investor masih ragu,” ujarnya dalam diskusi daring “Danantara: Bagaimana dan Untuk Siapa?”
Salah satu faktor yang menimbulkan ketidakpastian adalah ketidaksesuaian informasi terkait dana yang dikelola. Pemerintah menyebut angka Rp 300 triliun, tetapi target dividen BUMN tahun ini hanya Rp 90 triliun. “Ada selisih yang belum jelas sumbernya. Jika ada dana tambahan yang berasal dari efisiensi kementerian dan lembaga, maka janji awal bahwa Danantara tidak menggunakan dana negara menjadi dipertanyakan,” tambah Andry.
Selain itu, keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan Danantara menjadi perhatian utama. Awalnya, badan ini diklaim akan independen, tetapi indikasi adanya intervensi negara semakin kuat. “Jika pemerintah ingin Danantara dipercaya, transparansi harus dijaga. Tanpa kepastian tata kelola, sulit bagi badan ini untuk benar-benar menarik investasi dan berfungsi sebagai motor ekonomi,” tegasnya.
Kondisi ini menempatkan Danantara dalam posisi sulit. Alih-alih membawa optimisme, peluncurannya justru memperdalam ketidakpastian di pasar. Jika isu transparansi dan tata kelola tidak segera dituntaskan, badan ini berisiko kehilangan kepercayaan sebelum benar-benar beroperasi.