BATU (SurabayaPostNews) – Ratusan warga Desa Sumberejo,Mingu (2/6/2024) menyatakan sikap mempertahankan tanah lapangan desa yang terletak di Jalan Indragiri 14, Dusun Sumbersari, Kecamatan Batu, dari upaya penguasaan maupun pembelian oleh pihak lain.
Kekompakan warga sekitar tersebut, tercermin saat mereka memasang banner di sekitaran luar lapangan bertuliskan “Warga Siap Mati Mempertahankan Tanah Lapangan dan Makam Fasilitas Umum Milik Desa Sumberejo” sejumlah banner dimaksud telah dipasang.
Seruan tegas ratusan warga tersebut, merupakan aksi betapa pentingnya tanah yang dimaksud bagi masyarakat Desa Sumberejo.
Tak hanya itu,pesan-pesan lain,melalui banner tertulis “Siapapun yang Berusaha Menguasai Tanah Ini Akan Berhadapan Langsung dengan Seluruh Masyarakat Desa Sumberejo” dan “Siapapun yang Membeli Tanah Ini Akan Berurusan dengan Seluruh Warga Sumberejo”.
Aksi itu mempertegas bahwa warga desa tetap semangat dan kompak dalam mempertahankan hak mereka. Dalam aksi itu, terlihat solidaritas dan kebersamaan warga dari kalangan muda dan tua terlihat ketika mereka bergotong royong membersihkan area lapangan sembari memasang banner.
Menurut Markian salah satu warga desa setempat,bahwa warga desa berkomitmen untuk melawan siapa saja yang mencoba mengambil alih tanah yang difungsikan untuk masyarakat.
“Sesuai banner yang kami pasang, warga siap mati demi mempertahankan lapangan dan memastikan bahwa tanah tersebut tetap menjadi bagian dari desa untuk generasi mendatang,” kata Markian, Minggu (2/6/2024).
Polemik ini,disebutkan bermula ketika ada kabar bahwa tanah lapangan yang digunakan sebagai tempat berkumpul, berolahraga,dan melaksanakan berbagai kegiatan desa akan dieksekusi oleh pengadilan.
“Dasar kabar tersebut tengah menyita kekhawatiran warga.Mereka pun sudah menyampaikan ke desa jika siap mempertahankan tanah lapangan ini sampai mati dan sekarang ini kami menggelar aksi pertama,”ujarnya.
Olehkarena itu,masyarakat mempertanyakan bagaimana pihak ketiga tersebut bisa mendapatkan Surat Hak Milik (SHM),padahal tanah ini, menurutnya merupakan tanah kas desa berasal dari tanah eigendom.
Demikian,ia menyebut ketika aksi sita eksekusi itu benar adanya,warga selain menyiapkan pertahanan fisik,juga sedang berkonsultasi untuk menempuh jalur hukum.
“Kami siap menempuh segala cara yang legal untuk menjaga agar tanah tersebut tetap menjadi milik desa.Selain itu,warga akan menelusuri hal ini,soalnya SHM tersebut terbit pada tahun 1990,”ungkapnya.
Atas dasar itu,ia berjanji ketika sampai terjadi eksekusi warga bakal menolak atau keberatan mengingat lahan sudah lama menjadi fasum. Warga siap turun dengan jumlah yang lebih banyak untuk menghadang jika sampai eksekusi dilakukan. Semua dilakukan untuk mempertahankan lapangan demi anak cucu,” tegasnya.
Sementara itu,Kepala Desa Sumberejo, Riyanto mengatakan jika aksi ini buntut adanya undangan rapat koordinasi (Rakor) secara tiba-tiba melibatkan Pemdes Sumberejo, kepolisian, dan TNI di Pengadilan Negeri Malang pada 13 Mei 2024 kemarin.
“Dalam rakor tersebut membahas akan adanya eksekusi lahan di SHM nomor 43 seluas 4.000 meter persegi yang saat ini dijadikan lapangan oleh masyarakat. Padahal selama ini kami (Pemdes) tidak pernah diundang saat sidang.Makanya kami bersama kepolisian dan koramil langsung menolak.Sehingga rakor tersebut tidak menghasilkan keputusan. Lanjut tidak,berhenti juga tidak,”katanya.
Ini kata dia,merupakan aksi yang dilakukan masyarakat bentuk solidaritas dan kekompakan melindungi tanah kas desa.
“Selamanya warga siap pertahankan keberadaan tanah lapangan ini, mereka tidak mau tahu,pihak ketiga siapa saja yang mengeklaim tanah bakal ditolak. Sekarang warga juga tengah berkolaborasi melengkapi data dan kebutuhan untuk menunjuk kuasa hukum,”ujarnya.
Diketahui berdasarkan informasi yang dihimpun media,tanah yang tengah bersengketa tersebut memiliki luas 4.000 meter persegi yang difungsikan sebagai lapangan sejak tahun 70-an. Kemudian tanpa diketahui warga,pada 9 Juli 1990 terbit SHM nomor 43 atas nama Saidi (warga Desa Sumberejo).
Menurut warga setempat, orang bernama Saidi dan keluarganya meninggal dunia atau hilang karena politik sekitar tahun 1965.Lalu tanggal 10 Agustus 1990 oleh Saidi dijual dan beralih menjadi atas nama Haryo Sawunggaling. Selanjutnya, tahun 1996 oleh Haryo,SHM dijadikan angunan hutang di PT Bank Yakin Makmur (Yama Bank).
Seiring berjalannya waktu tahun 2000 diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasinal (BPPN) melalui Cessie atau Perjanjian Penyerahan dan Pengalihan Hak atas Tagihan, tanggal 8 Juni 2000. Pada tanggal 22 Desember 2000 dialihkan lagi melalui Cessie ke PT Bank Danamon.Pada tahun 2005 dijual melalui Pelelangan umum Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) Surabaya dan dibeli oleh Menik Rachmawati warga Kelurahan Sisir, dan pada tanggal 5 Desember 2005 dibalik nama atas namanya.
Tahun 2022,ada pihak ketiga tengah mengajukan surat eksekusi ke Pengadilan Negeri Malang sehingga terbit Penetapan Eksekusi Ketua PN Malang No.17/Pdt.Eks/2022/PN Mlg tanggal 7 Agustus 2023. Atas rencana eksekusi itu, warga Sumberejo menolak atau keberatan mengingat lahan itu sudah sejak lama sekali jadi fasum warga setempat.(Gus)