Defisit Perdagangan Indonesia dengan China: Peran ACFTA dan Dampak Aktualnya

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SurabayaPostNews.com – Indonesia telah lama mengalami defisit perdagangan dengan China, yang semakin diperparah sejak implementasi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) pada tahun 2010.

Perjanjian perdagangan bebas ini bertujuan meningkatkan arus perdagangan antara negara-negara ASEAN dan China dengan menghapus atau menurunkan tarif impor. Namun, di sisi lain, ACFTA juga memicu ketidakseimbangan perdagangan yang berdampak signifikan bagi ekonomi nasional. 

Sebelum ACFTA, Indonesia memang sudah mengalami defisit perdagangan dengan China. Namun, setelah perjanjian ini diberlakukan, defisit semakin besar karena ekspor Indonesia ke China tidak tumbuh secepat impornya.

Sebagai contoh, pada tahun 2023, defisit perdagangan Indonesia dengan China mencapai USD 9,5 miliar, meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini disebabkan Tngginya impor produk dari negeri tirai bambu, terutama barang elektronik, tekstil, baja, dan produk manufaktur lainnya.

ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) perjanjian perdagangan bebas ini ditandatangani pada tahun 2002 dan mulai diberlakukan penuh pada 1 Januari 2010.

Sejak ACFTA berlaku, impor barang dari China meningkat drastis karena harga produk menjadi lebih murah akibat penghapusan tarif bea masuk.

Produk manufaktur China yang lebih kompetitif dengan biaya produksi rendah menguasai pasar Indonesia, menyebabkan industri dalam negeri kesulitan bersaing.

Banyak sektor industri di Indonesia mengalami tekanan akibat masuknya produk murah dari China, di antaranya Industri tekstil dan garmen, Produk impor dari China membanjiri pasar domestik, menyebabkan banyak usaha kecil dan menengah (UKM) di sektor ini gulung tikar. Bahkan perusahaan besar seperti sritex tak luput dari kebangkrutan. 

Kemudian Industri baja, Baja China yang lebih murah membuat industri baja nasional sulit bersaing. Sementara Produk-produk teknologi dari China mendominasi. 

Di sisi lain, ACFTA juga membawa peningkatan investasi dari China ke Indonesia, terutama dalam sektor infrastruktur, manufaktur, dan pertambangan.

Beberapa proyek besar yang didanai oleh China di Indonesia termasuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Investasi di sektor nikel dan industri baterai listrik, lalu Pabrik baja di Morowali, Sulawesi

Namun, ketergantungan terhadap investasi China juga menimbulkan risiko, terutama terkait kontrol asing terhadap sektor strategis Indonesia.

ACFTA telah membuka pintu perdagangan yang lebih luas antara Indonesia dan China, tetapi juga memperburuk defisit perdagangan. Meskipun investasi China di Indonesia meningkat, industri lokal mengalami tekanan akibat persaingan dengan produk impor yang lebih murah.


SurabayaPostNews 

Get real time updates directly on you device, subscribe now.