Di Dompu, Nusa Tenggara Barat, ada cerita emas yang katanya bikin mata berbinar—tapi jangan buru-buru booking jet pribadi dulu. PT Sumbawa Timur Mining (STM), yang udah ngocek-ngocek tanah Hu’u sejak 2010, bilang mereka nemuin 2,1 miliar ton bijih di deposit Onto. Kedengerannya wah banget, kan? Bayangin gunungan emas setinggi Monas! Tapi tunggu dulu, isinya cuma 0,48 gram emas per ton. Jadi, dari 2,1 miliar ton itu, emas murninya kira-kira 1.008 ton—sisanya? Tembaga sama batu-batu biasa yang nggak bisa dicairin buat gelang. Bukan jackpot, lebih kayak nemu receh di saku celana lama.
Kepala Dinas ESDM NTB, H. Sahdan, sampai harus angkat bicara di 2024, “Itu bijih mentah, bukan emas semua!”—mungkin dia capek denger orang-orang udah mulai ngitung-ngitung mau beli Lamborghini. Realitasnya, ini cuma sumber daya tertunjuk, belum cadangan yang siap ditambang. STM masih sibuk ngerencanain studi kelayakan sampe 2030, jadi emasnya bakal stay di bawah tanah dulu, nunggu para insinyur selesai main kalkulator.
Nah, yang lucu mulai dari sini. STM ini punya siapa? Sebanyak 80% sahamnya digenggam Eastern Star Resources, anaknya Vale S.A., perusahaan tambang raksasa dari Brasil yang jago banget ngorek bumi. Sisanya, 20% aja, buat PT Antam Tbk, milik Indonesia sendiri.
Jadi, bayangin: tanah Dompu, keringet lokal, tapi kalau emasnya keluar, Brasil yang pegang piring paling gede buat nampung keuntungannya. Antam cuma kebagian sendok teh, sementara Vale bawa baskom.
Klasik banget, tanah kita, hasilnya buat mereka—tapi tenang, katanya ini “kemitraan strategis.” Strategis buat siapa, ya?
Sementara itu, 600 pekerja lokal udah diserap, 70% dari Dompu. syukur, masih ada kerjaan! Tapi, dengan presentase 80-20 itu, rasanya kayak Dompu cuma jadi penutup lubang tambang, sementara Brasil udah siap-siap pasang mahkota emas. Sabar ya, Dompu, mungkin nanti dapat bonus tembaga buat kenang-kenangan.