Bayangkan sebuah dunia di mana rakyat bekerja keras, tetapi hasil keringat mereka dirampas oleh sistem keuangan yang tak kasat mata.
Seorang pria, duduk di dalam kamar kecil dengan pena di tangannya, mengamati bagaimana kekuatan uang telah membelenggu bangsanya. Ia merasa marah, kemudian menulis sebuah manifesto fondasi ekonomi Jerman dan, dalam prosesnya, mempengaruhi salah satu rezim paling kontroversial dalam sejarah.
Pria itu adalah Gottfried Feder, dan bukunya— Manifesto for the Abolitionof Interest-Slavery —bukan sekadar sebuah dokumen ekonomi. Ia adalah senjata ideologis yang mengilhami Adolf Hitler dan Partai Nazi untuk merancang sistem ekonomi mereka.
Ketika Feder menerbitkan manifesto ini pada tahun 1919, Jerman sedang berada dalam kekacauan pasca-Perang Dunia I. Ekonomi hancur, rakyat menderita, dan kekuatan asing, terutama bank-bank besar dan spekulan internasional, dianggap sebagai penyebab utama penderitaan ini.
Dalam bukunya, Feder mengajukan dua jenis kapital yang menurutnya menentukan nasib suatu bangsa:
1. Kapital Produktif – Uang yang dihasilkan dari kerja nyata, seperti industri, pertanian, dan perdagangan yang menciptakan nilai.
2. Kapital Spekulatif– Uang yang berasal dari pinjaman berbunga dan manipulasi finansial, yang menurutnya menjadi alat perbudakan ekonomi.
Bagi Feder, bunga adalah musuh utama rakyat. Ia percaya bahwa sistem perbankan telah menciptakan lingkaran setan di mana segelintir elit kaya memperbudak mayoritas dengan mekanisme pinjaman berbunga. Menurutnya, satu-satunya cara untuk membebaskan Jerman adalah dengan menghapus sistem bunga dan mengambil kembali kendali atas ekonomi nasional.
Narasi ini begitu kuat, begitu berapi-api, hingga menyentuh benak seorang veteran perang yang haus akan jawaban, yakni Adolf Hitler.
Ketika Hitler membaca dan mendengar ceramah Feder tentang “perbudakan bunga,” ia merasa tercerahkan. Dalam Mein Kampf, Hitler secara eksplisit menyebut Feder sebagai seseorang yang membuka matanya terhadap kenyataan ekonomi dunia.
Hitler, yang pada saat itu sedang membentuk Partai Nazi, melihat gagasan Feder sebagai senjata politik yang efektif. Dalam manifesto awal Partai Nazi tahun 1920, tuntutan ke-11 berbunyi
“Kami menuntut penghapusan bunga atas pinjaman nasional.”
Ini adalah kemenangan besar bagi Feder. Ia diangkat sebagai pemimpin ekonomi dalam partai, merancang kebijakan yang akan menjadi dasar ekonomi Nazi di tahun-tahun mendatang.
Ketika Nazi mulai mendapatkan kekuasaan, beberapa kebijakan Feder diterapkan, antara lain:
- Penghapusan bunga untuk pinjaman negara
- Nasionalisasi sebagian bank dan lembaga keuangan
- Program pekerjaan massal untuk mengurangi pengangguran tanpa bergantung pada pinjaman berbunga
Namun, meskipun gagasannya menjadi bagian dari narasi Nazi, pengaruh Feder mulai menurun setelah 1933. Hitler, yang awalnya begitu terinspirasi oleh Feder, akhirnya lebih berpihak kepada kapitalis industri besar seperti Hermann Göring dan Hjalmar Schacht.
Feder yang pernah menjadi pionir, kini tersingkir. Ia diberi jabatan yang tidak penting dan akhirnya menghilang dari lingkaran inti kekuasaan Nazi.
Gagasan Feder telah menjadi bahan perdebatan selama satu abad. Di satu sisi, ia dianggap sebagai ekonom revolusioner yang menantang status quo sistem keuangan global.
Di sisi lain, banyak ekonom kapitalism menebar pernyataan bahwa solusi yang ditawarkannya terlalu simplistik dan sarat dengan teori konspirasi.
Selain itu, ide Feder sering dikaitkan dengan antisemitisme, karena propaganda Nazi menggunakan gagasan “kapital spekulatif” untuk menyerang kelompok tertentu yang mereka tuduh mengendalikan sistem keuangan dunia.
Namun, satu hal yang tidak bisa disangkal, ide Feder tentang ekonomi telah mengubah sejarah. Manifestonya menjadi bahan bakar bagi gerakan politik yang akan mengantarkan dunia ke dalam Perang Dunia II.
Kisah Feder bukan hanya tentang ekonomi. Ia adalah kisah tentang bagaimana gagasan, bila dikemas dengan narasi yang kuat, dapat menginspirasi gerakan besar.
Hari ini, konsep tentang perbankan dan bunga masih menjadi perdebatan di banyak kalangan. Apakah sistem keuangan modern benar-benar memberikan keadilan? Ataukah kita masih terjebak dalam “perbudakan bunga” seperti yang dikatakan Feder seabad yang lalu?