SurabayaPostNews – Kasus dugaan ujaran kebencian yang melibatkan anggota DPD RI asal Bali, Arya Wedakarna, terus bergulir. Setelah lebih dari setahun sejak laporan polisi dibuat, Polda Bali kini bersurat ke Bareskrim Mabes Polri untuk menindaklanjuti pemeriksaan terhadap Arya Wedakarna.
Kasus ini bermula dari laporan Zulfikar Ramly, S.H., M.Hum, seorang advokat yang pada 3 Januari 2024 melaporkan Arya Wedakarna ke Polda Bali dengan LP/B/10/I/2024/SPKT/POLDA BALI. Laporan tersebut terkait pernyataan AWK yang diunggah di akun Instagramnya, yang kemudian viral karena diduga mengandung unsur ujaran kebencian berbasis SARA.
Pernyataannya itu dianggap menghina kelompok tertentu dan menimbulkan keresahan publik, sehingga disangkakan melanggar Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE serta Pasal 156a KUHP, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara.
Polda Bali Tegaskan Komitmen Penegakan Hukum
Setelah melalui serangkaian proses hukum, kasus ini naik ke tahap penyidikan berdasarkan Sprindik/27/IV/2024/Ditreskrimsus Polda Bali tanggal 29 April 2024. Meski demikian, prosesnya sempat tertunda karena adanya agenda politik nasional, termasuk pelantikan Presiden, DPR, DPD, serta kepala daerah.
Namun, sesuai janji Kapolda Bali, Irjen. Pol. Daniel Adityajaya, S.H., S.IK., M.Si, perkara ini tetap dilanjutkan. Pada Februari 2025, Polda Bali secara resmi bersurat ke Bareskrim Mabes Polri melalui Surat Nomor: B/1525/II/RES.2.5./2025, tertanggal 25 Februari 2025, untuk meminta pemeriksaan terhadap Arya Wedakarna.
Langkah ini mendapat apresiasi dari pelapor, Zulfikar Ramly, yang menilai Kapolda Bali menunjukkan komitmen kuat dalam penegakan hukum, khususnya dalam menangani kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Kontroversi Pernyataan AWK dan Respons DPD RI
Kasus ini berawal dari pernyataan kontroversial Arya Wedakarna dalam sebuah rapat Komite I DPD RI bersama jajaran Bandara Ngurah Rai, Bea Cukai, dan instansi terkait pada 29 Desember 2023. Dalam rapat itu, AWK menolak staf frontliner di Bandara Ngurah Rai menggunakan penutup kepala, dengan alasan bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan budaya Bali.
Pernyataannya berbunyi:
“Saya nggak mau yang frontline-frontline itu, saya mau gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan, terbuka. Jangan kasih yang penutup-penutup nggak jelas. This is not Middle East. Enak aja di Bali. Pakai bunga kek, apa kek, pakai bije di sini. Kalau bisa, sebelum tugas, suruh sembahyang di pura, bije pake.”
Pernyataan ini menuai reaksi keras dari berbagai pihak, terutama karena dinilai diskriminatif dan mengandung unsur SARA. Badan Kehormatan DPD RI langsung merespons dengan merekomendasikan pemberhentian Arya Wedakarna dari keanggotaan DPD RI 2019-2024.
Presiden Joko Widodo kemudian mengesahkan pemberhentiannya melalui Keputusan Presiden tertanggal 22 Februari 2024.
Pelapor Dorong Penetapan Tersangka
Zulfikar Ramly berharap bahwa setelah pemeriksaan terhadap Arya Wedakarna selesai, pihak kepolisian segera menetapkan status hukum AWK sehingga berkas perkara dapat dilimpahkan ke Kejati Bali, dan kasus ini bisa diproses di Pengadilan Negeri Denpasar.
Menurutnya, kepastian hukum dalam kasus ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, terutama terkait pernyataan yang dapat memecah belah masyarakat.
Dari perkembangan terbaru ini, Arya Wedakarna bakal menghadapi tekanan hukum yang semakin serius, meskipun dirinya tetap terpilih sebagai anggota DPD untuk periode selanjutnya.*