Surabaya – Sungai Brantas, yang membentang lebih dari 320 kilometer dan melintasi kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Kediri, dan Surabaya, dulu dikenal sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat sekitarnya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sungai ini telah berubah menjadi sumber krisis lingkungan yang serius, akibat pencemaran yang terus berlangsung dan kerusakan ekosistem yang semakin parah.
Menurut survei yang dilakukan oleh Ecoton, mayoritas warga Jawa Timur menganggap pengelolaan Sungai Brantas oleh Gubernur Khofifah berada pada kategori buruk. Sebanyak 88% responden meyakini bahwa Kali Brantas saat ini masih tercemar. Hal ini menggambarkan betapa seriusnya masalah yang dihadapi sungai yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi dan sumber daya air di wilayah ini.
Mahkamah Agung (MA) baru-baru ini menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Gubernur Jawa Timur dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait pencemaran di Sungai Brantas. Putusan ini tertuang dalam MA Putusan No: 1190K/PDT/2024 yang diterbitkan pada 30 April 2024, dalam perkara antara Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR melawan Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton).
Alaika Rahmatullah, Koordinator Advokasi Kali Brantas dari Ecoton, menyatakan bahwa dengan adanya putusan tersebut, Gubernur Jawa Timur dan Menteri PUPR diwajibkan untuk mengambil langkah-langkah konkrit dalam memulihkan kondisi Sungai Brantas. Alaika menekankan bahwa kerusakan sungai ini telah berada di luar kendali, dengan industri bebas membuang limbah tanpa pengolahan yang memadai dan peningkatan volume sampah plastik akibat kelalaian pihak berwenang.
Ecoton juga melaporkan bahwa survei terhadap 535 warga di Jawa Timur menunjukkan bahwa 62,1% responden menilai pengelolaan Sungai Brantas oleh Gubernur Khofifah buruk, sementara 88% lainnya menganggap sungai tersebut masih dalam keadaan tercemar. Pencemaran ini terutama bersumber dari sampah plastik dan limbah cair yang dibuang langsung oleh warga dan industri ke dalam sungai.
Dalam Putusan Pengadilan Negeri Surabaya, yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Timur, telah ditetapkan sepuluh langkah yang harus diambil oleh para tergugat untuk mengatasi pencemaran Sungai Brantas. Ini termasuk permintaan maaf kepada masyarakat, memasukkan program pemulihan kualitas air Sungai Brantas dalam APBN 2020, dan pemasangan CCTV di setiap outlet wilayah DAS Brantas untuk meningkatkan pengawasan pembuangan limbah cair.
Prigi Arisandi, Manager Sains, Seni, dan Komunikasi Ecoton, menekankan pentingnya kebijakan yang jelas dalam penanganan dan pemulihan ekologis untuk mencegah terulangnya kasus ikan mati massal di Sungai Brantas. Ia juga mengungkapkan bahwa hingga pertengahan tahun 2024, Ecoton telah menemukan bahwa berbagai industri di sepanjang Sungai Brantas masih membuang limbah yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, termasuk kontaminasi mikroplastik.
Sungai Brantas yang dulunya merupakan sumber kehidupan kini menghadapi ancaman serius yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Jika tidak segera diatasi, krisis ekologis ini akan terus berkembang dan menyebabkan dampak yang semakin luas dan sulit untuk dipulihkan.