Lontong Balap – Semangat yang Berlari dari Pinggiran

Oleh: Junaedi

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Surabaya – Di tepi rel kereta tua di Wonokromo, pagi hari terasa seperti halaman pertama dari buku usang yang tak pernah ditulis. Asap tipis mengepul dari wajan besar, dan suara sutil memukul pinggirnya seperti seniman yang bersiap tampil.

Seorang lelaki tua menyendokkan kuah ke dalam piring, cepat tapi terlatih—seolah ia tahu, waktu selalu sedikit lebih kejam terhadap perut-perut yang kosong.

Di sinilah kita mengenal Lontong Balap. Sebuah nama yang terdengar seperti lomba, tapi sejatinya adalah kisah tentang bagaimana rakyat kecil bertahan dengan sepiring kekuatan.

Tak ada yang mewah dari lontong, tahu goreng, lentho, tauge, dan sambal petis. Tapi justru di situlah kejujurannya.

Lontong balap tak berpura-pura menjadi hidangan bangsawan. Ia adalah makanan buruh, tukang becak, pedagang pasar—dan entah kenapa, justru itulah yang membuatnya terasa agung.

“Dulu, kami benar-benar balapan, Mas,” kata Pak Wi, penjual Lontong Balap generasi kedua yang masih setia berjualan dengan pikulan. “Yang menang cepat sampai, cepat jualan, cepat pulang.”

Dan mungkin itu makna sesungguhnya dari Lontong Balap: perjuangan yang tak terlihat, tapi tetap dijalankan dengan senyuman.

Lentho di pinggir piring itu bukan sekadar pelengkap. Ia adalah simbol dari ketabahan. Terbuat dari kacang yang ditumbuk, digoreng tanpa banyak bumbu, ia hadir seadanya.

Lontong Balap adalah bentuk lain dari puisi. Ia tak ditulis di kertas, tapi di lidah dan di hati mereka yang pernah lapar, lalu kenyang, pasti mengingat.


Jika kamu sedang patah semangat, datanglah ke Waru, ke Wonokromo, atau ke Jalan Kranggan. Duduk di bangku plastik, pesan satu piring lontong balap. Dengarkan suara sendok yang saling berbenturan. Rasakan petis yang mengendap di lidah.

Kita akan tahu, bahwa di Surabaya, harapan kadang hadir dalam bentuk kuah panas dan tauge rebus.


Surabaya 14 Juli 2025

Get real time updates directly on you device, subscribe now.