Jakarta,– Dalam sidang duplik atas kasus dugaan korupsi impor gula, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mengutip pernyataan mantan Menkopolhukam Mahfud MD sebagai bagian dari pembelaannya. Dalam naskah duplik yang ia beri judul “Tetap Manusia”, Tom menegaskan bahwa tindakannya sebagai pejabat negara bukanlah pelanggaran hukum, melainkan kebijakan administratif yang tidak dilarang secara eksplisit oleh regulasi yang berlaku saat itu.
Mengutip Mahfud MD, Tom menyatakan bahwa “jika suatu tindakan tidak secara tegas dilarang dalam hukum, maka tindakan tersebut tidak bisa serta-merta dianggap melanggar hukum.” Pernyataan ini ia jadikan alasan pembenar untuk membantah tuduhan penyalahgunaan wewenang dan pengambilan keputusan tanpa rapat lintas kementerian dalam proses impor gula mentah (GKM) pada tahun 2015–2016.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut bahwa tindakan Tom Lembong merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar. Namun, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan angka kerugian yang berbeda, yakni Rp515,4 miliar.
Selisih Rp62,6 miliar antara dakwaan JPU dan audit BPKP ini menjadi salah satu titik kritis yang dipersoalkan oleh tim pembela Tom Lembong.
“Kami belum menerima dokumen audit lengkap BPKP sebagai dasar perhitungan” ujar kuasa hukum Tom.
Dengan bahasa dramatis, Tom menyamakan ruang sidang dengan “medan perang” dan mengatakan bahwa keadilan bukan hanya soal logika hukum, tetapi juga hati nurani. Ia mengajak majelis hakim untuk tidak mengabaikan sisi moral dan kemanusiaan dari setiap keputusan yang diambil pejabat publik.
“Jika hukum kehilangan sisi kemanusiaan, ia berubah jadi mesin penghukum tanpa keadilan,” kata Tom.
Penggunaan pernyataan Mahfud MD dalam dupliknya menimbulkan respons publik yang beragam. Sebagian menilai Tom berusaha menggiring opini bahwa celah dalam regulasi bisa dijadikan pembenaran atas kebijakan yang menguntungkan pihak swasta. Sementara lainnya melihat ini sebagai upaya memperjuangkan kepastian hukum di tengah tumpang tindih aturan administratif negara.
Vonis terhadap Tom Lembong dijadwalkan akan dibacakan Jumat, 18 Juli 2025. Jika terbukti bersalah, ia terancam pidana 7 tahun penjara dan denda Rp750 juta, sebagaimana tuntutan JPU.
