Polemik Tagihan PBB, APEL: Kebijakan Bapenda Batu Membingungkan

Pertemuan antara kades dan salah satu Notaris dibatu Lany Wibowo kemarin, itu pertemuan inisiatif antara kades, lurah dan notaris. Bersama - sama menyikapi kebijakan  yang dibuat Bapenda Kota Batu banyak hal yang membuat kita dibawah bingung

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

BATU (SurabayaPostNews) – Asosiasi Petinggi Lurah (Apel) Kota Batu, menilai kebijakan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Batu rancu dan membingungkan terkait tagihan Pajak Bumi Bangunan (PBB) untuk masyarakat Kota Batu.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua Apel Andi Fazal Hasan ketika berada di Kantor Desa Ketua Apel Kota Batu bersama sejumlah rekan – rekan sejawatnya, Selasa (8/11/2022).

“Pertemuan antara kades dan salah satu Notaris dibatu Lany Wibowo kemarin, itu pertemuan inisiatif antara kades, lurah dan notaris. Bersama – sama menyikapi kebijakan  yang dibuat Bapenda Kota Batu banyak hal yang membuat kita dibawah bingung,”kata Faizal.

Itu, menurut dia, ada Perwali yang mengatur bahwa wajid pajak PBB khususnya diatur masa tagihan pajak tersebut, berlaku surut 5 tahun.

“Tetapi pemberlakukan di Kota Batu tahun 1996 juga masih dilakukan tagihan. Sebetulnya tidak masalah ketika itu semua diterapkan dengan sebuah kejelasan kalau aturannya 5 tahun berlaku surut, kenapa masih ada tagihan tahun 1996,” tanya Faizal.

Selain itu, juga ada persoalan ketika ditarik mundur hinga tahun 1996 ternyata ada beberapa tahun wajid pajak PBB sudah bayar dan lain – lain.

“Salahsatunya warga itu punya bukti sudah bayar.Ketika di print out di Bapenda ternyata dianggap belum bayar, padahal warga kami punya bukti pembayaran. Jadi ini yang menjadi kerancuan,”ungkapnya.

Celakanya lagi, menurut dia, ketika itu  terjadi, mereka tidak tanggung jawab, bahwa uang tersebut,tidak  dikembalikan.

“Tidak besar nilainya PBB, paling Rp 100, hingga Rp 200 ribu, bagi masyarakat bawah, dan kita bayangkan kalau sampai terjadi se Kota Batu,”Seru dia.

Jadi, lanjutnya, salahsatu keramaian, dan beberapa kerancuan seperti itu, menurutnya Bapenda pernah menerapkan sistem online bisa di bayar di bank. Begitu dibayar di bank, dan bayar di Kecamatan menurutnya juga diterima.

“Jadi dua – duanya dalam satu tahun wajid pajak ini bayar dua kali,” lanjutnya.

Maka pembayaran tersebut, sama – sama diterima.Ketika dikonfirmasi, menurutnya hingga hari ini tidak ada upaya untuk dikembalikan uang tersebut. Kerancuan – kerancuan seperti ini, menurutnya tengah menimbulkan pertanyaan banyak pihak.

Sisi lain, Faizal menyampaikan kewajiban pajak terhutang yang menjadi catatan merah di Sertifikat melalui program PTSL, menurutnya juga juga menjadi pertanyaan dasarnya apa?.

“Munculnya catatan merah disertifikat tersebut, kami pernah menanyakan di desa tempat lain, diluar daerah Kota Batu, ternyata tidak ada kejadian seperti itu,” tandasnya.

Meski begitu, menurutnya itupun tidak masalah ketika diperlakukan dengan sebuah kejelasan.

“Jadi kami bisa menjelaskan kepada masyarakat. Misalnya Bapenda merasa perlu untuk besarkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dengan cara seperti itu tidak apa – apa.Tetapi harus ada aturan yang disosialisasikan supaya semua paham,” saran dia.

Sehingga, menurut dia, agar tidak  menjadi berat karena program PTSL itu menjadi program pusat maksud dan tujuan Presiden untuk memudahkan masyarakat dari sisi biaya.

“Tetapi yang terjadi di Kota Batu, kalau biaya sertifikatnya murah karena melalui PTSL, tetapi catatan merah yang tertulis disitu menjadi beban berat masyarakat.

“Seperti yang sedang di gembar gemborkan ketika sertifikat itu jadi bisa dijaminkan di bank buat modal usaha kecil. Namun ketika mau dimasukkan di bank ditolak karena sertifikat itu ada catatan merah lantaran diklaim punya tunggakan PBB,” katanya.

Jadi, kata dia, banyak hal terkait penerapan aturan di Bapenda Kota Batu tidak disosialisasikan.

“Misalnya mulai tahun sekian ada yang belum bayar, itu harusnya diperjelas, ketika Kantor Pajak Pratama (KPP) Kota Batu sudah memahami PBB,
seharusnya ada sebuah kebijakan dari Pemkot Batu yang tidak membebankan masyarakat.

“Buatlah sebuah kebijakan untuk diputihkan agar tidak menjadi beban masyarakat. Sebenarnya terkait persoalan ini sangat mudah ketika para pemimpin bijak menyikapi, dan tidak menjadikan masyarakat jadi sapi perah,” sindir Faizal.

Waktu yang sama, Ketua APEL Kota Batu, Wiweko yang juga selaku Kades Oro – Oro Ombo Kecamatan Batu, Kota Batu menyampaikan.

“Permasalahan pajak ini supaya tidak rancau harus ada kebijakan dan benar benar dirasakan oleh masyarakat Kota Batu. Karena pajak ini salahsatu tagihan yang tidak ada putus – putusnya bahkan masyarakat akan terbebani apabila persoalan pajak ini tidak kunjung rampung,” kata Wiweko.

Ini, kata dia, seperti dilakukan pemutihan atau apa istilahnya, terpenting pemerintah daerah ada kebijakan untuk pemutihan PBP demi masyarakat batu.

“Kalau dulu saya mengalami terakhir pada tahun 2009 itu setiap desa menutup kekurangan pajak, dikecamatan.Tapi tetap muncul tagihan bahwa seolah – olah pajak tersebut tidak dibayar.

“Artinya kalau sudah menutup kekurangan jumlahnya sesuai yang ditagih, berati kan sudah lunas,” kata dia.

Meski begitu, dirinya mengaku tengah teledor pada saat melakukan pembayaran, lantaran tidak minta bukti, atau tanda lunas kala itu.

“Kita contohkan ketika ada jual beli tanah, itukan syaratnya pajak harus sudah terbayar setelah saya cek disana di print out, ternyata banyak yang bolong – bolong, idealnya saat itukan sudah terbayar semua,” terangnya.

Dan persoalan ini, menurutnya sudah dibahas bersama teman – temannya para kades di batu.

“Mudah – mudahan nanti didengar,
dan juga ada kepastian, paling tidak ada penghapusan pajak yang dianggap tunggakan. Paling tidak dihapus 5 tahun kebawah, sekarang tahun 2022 kita hitung mundur paling tidak hanya pada tahun 2017 ke atas.

“Pada tahun – tahun bawahnya harus ada kebijakan dihapus. Beban seperti itu sebagian masyarakat tidak mampu, dan nanti akan jadi beban selamanya. Terkait persoalan ini, kami pernah mendapat surat mempertanggung jawaban piutang pajak masyarakat, namun saya tolak pada tahun  2019 silam ,” timpal Wiweko yang diamini sejumlah Kades.

Sementara Kepala Bapenda Kota Batu Dyah Lies Tina Purwanty, dikonfirmasi melalui ponselnya belum merespon, sampai berita ini dikabarkan Diyah belum berhasil dikonfirmasi.(Gus)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.