Akselerasi Kualitas Kesehatan Anak melalui Program BIAN

pelaksanaan BIAN diperpanjang sampai dengan 13 September 2022 demi mengoptimalkan pencapaian pemerataan imunisasi anak

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYA (SurabayaPostNews) — Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) merupakan program dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Program ini mendorong pemberian imunisasi pada anak secara serentak dan terintegrasi.

Kemenkes RI memastikan setiap anak memperoleh hak imunisasi rutin lengkap (IRL) sebagai upaya pencegahan paparan penyakit.
Pada tahun 2022, fokus target dari BIAN adalah imunisasi kejar untuk anak di bawah usia 2 tahun, dan imunisasi tambahan MR (campak dan rubella) untuk usia 9-59 bulan.

Pelaksanaan BIAN dibagi menjadi 2 periode, bulan Mei 2022 untuk silayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Sedangkan periode kedua dimulai bulan Agustus 2022 untuk wilayah Jawa dan Bali. Di Surabaya, pelaksanaan BIAN diperpanjang sampai dengan 13 September 2022 demi mengoptimalkan pencapaian pemerataan imunisasi anak.

Pencapaian target imunisasi di 2 tahun terakhir (2020-2021) mengalami penurunan yang cukup signifikan akibat pandemi, yaitu di bawah 85% per tahun. Hal tersebut diakibatkan karena berbagai faktor, termasuk diantaranya kebijakan menunda imunisasi pada masa pandemi untuk meminimalisir kerumunan pada saat awal penyebaran virus COVID-19.

Selain itu, fokus pemerintah pada tahun tersebut adalah untuk merespon pandemi sehingga seluruh tenaga kesehatan juga dikerahkan untuk menanggulangi wabah dunia tersebut. Artinya, dalam dua tahun belakangan banyak balita yang rentan terhadap penyakit akibat tidak mendapatkan imunisasi dasar.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus campak terbanyak di dunia. Meskipun jumlah penderitanya sudah berkurang drastis sejak awal penyebarannya, namun data pada tahun 2017 menyebutkan terdapat 5-6 orang yang menderita campak per 100.000 penduduk Indonesia setiap tahunnya. Data pada tahun yang sama juga menyebutkan bahwa terdapat 18 provinsi yang mengalami peningkatan angka penderita campak selama kurun waktu 2015-2017.

Campak dan rubella merupakan penyakit yang sangat cepat menular dan bisa menyebabkan kematian. Virus RNA yang menyebabkan rubella bahkan dapat menginfeksi janin dalam kandungan yang mengakibatkan keguguran atau kelainan janin. Campak dan rubella menjadi penyakit yang paling banyak mengakibatkan kematian pada ibu melahirkan, bayi, dan balita di Indonesia.

Salah satu cara yang paling efektif dalam merespon serangan penyakit ini adalah melalui imunisasi. Terbukti sejak imunisasi campak mulai digalakkan, penyebaran kasus campak menurun secara signifikan sebesar 78% secara global (Kemenkes RI, 2018). Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong masyarakat untuk melakukan imunisasi demi menuju Indonesia bebas campak dan rubella tahun 2023, salah satunya melalui BIAN.

Pemerintah pusat menargetkan pencapaian BIAN di setiap provinsi dapat menyentuh angka 95%. Sedangkan Pemerintah Kota Surabaya dengan penduduk usia bayi dan balita terbanyak di Indonesia mematok target 100% pada BIAN tahun 2022. Ketua Tim Penggerak PKK Kota Surabaya, Rini Indriyani, terlibat aktif selama pelaksanaan BIAN di Surabaya. Selain melakukan penyuluhan dan sosialisasi sebelum pelaksanaan BIAN, Tim penggerak PKK bekerja sama

dengan puskesmas di seluruh Surabaya aktif memantau dan meninjau pelaksanaan BIAN di kota tersebut. Pemerintah Surabaya memastikan seluruh anak usia 9-59 bulan mendapatkan hak imunisasi agar kualitas kesehatan mereka terjamin.

Pemberian vaksin tambahan campak dan rubella serta vaksin kejar ini juga dimaksudkan untuk menurunkan angka kematian bayi dan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) di Indonesia. Target yang diberikan pemerintah bukan hanya sekadar angka dan persentase. Angka tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan anak di Indonesia.

Tingginya angka kematian bayi dan balita di Indonesia menjadi fokus perhatian pemerintah. Hal tersebut juga sejalan dengan tujuan dari pembangunan berkelanjutan, di mana salah satu indikator poin kesehatannya adalah mengurangi tingkat kematian bayi dan balita melalui pemerataan imunisasi dan pola hidup sehat.

Pemerataan imunisasi dapat tercapai apabila seluruh lapisan masyarakat terlibat dan bergerak bersama. Namun sayangnya, banyak hambatan yang dialami, terutama dalam pelaksanaan BIAN. Hambatan geografis seringkali menjadi penghalang terlaksananya BIAN, dengan adanya desa-desa yang dulit dijangkau dan jauh dari fasilitas kesehatan.

Oleh karena itu, selain dilaksanakan di fasilitas kesehatan, imunisasi juga dilakukan dengan metode jemput bola di sekolah-sekolah dan door-to-door untuk menjaring masyarakat yang belum terjangkau imunisasi.

Di samping itu, kekhawatiran masyarakat akan gejala penyerta vaksin (KIPI) dan menyebarnya lagi COVID-19 juga menjadi kekhawatiran masyarakat untuk menyertakan anaknya dalam BIAN. Belum lagi informasi yang minim dan tidak mencapai target, serta kehadiran kelompok antivaksin juga menjadi tantangan terlaksananya BIAN dari tahun ke tahun.

Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terus dilakukan untuk mendorong masyarakat melakukan imunisasi, terutama bagi bayi dan balita. Keseriusan pemerintah dalam menangani permasalahan kesehatan bayi dan balita juga perlu diapresiasi. Untuk dapat mengoptimalkan upaya tersebut, seluruh lapisan masyarakat perlu terlibat aktif demi mencapai Indonesia bebas campak dan rubella tahun 2023. Meningkatnya kualitas kesehatan bayi dan balita merupakan secercah harapan bagi masa depan bangsa.

Penulis: Januari Pratama Nurratri Trisnaningtyas (Dosen FISIP UPN “Veteran” Jatim)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.