SURABAYA (SurabayaPostNews) – Terdakwa Ali Suwito dengan tegas mengatakan tidak bersalah. Sebab, ia merasa kalau dirinya tidak terlibat dalam kasus yang dialami oleh Diana Tanuwidjaja dan Antoni Tanuwidjaja. Ali hanya menjadi tempat penyalur uang pinjaman direktur PT Bukit Baja Anugrah (BBA).
Menurutnya, aktor dalam kasus tersebut adalah dua bersaudara itu. Karena, mereka yang meminjam uang ke Bank Danamon. Uang yang dipinjam sebanyak Rp 210 miliar. Uang itu niatnya akan dipakai untuk membeli besi dari perusahaan terdakwa Ali.
Terdakwa itu merupakan Direktur Utama di PT Perwira Asia Bajatama (PAB). Perusahaan yang bergerang dalam bidang penjualan besi. Ali menjadi terdakwa karena terlibat kasus penipuan bersama Diana dan Antoni. Tiga orang itu kini duduk dikursi psakitan.
Namun dengan berkas terpisah. Kini, giliran Diana dan Antoni dihadirkan dalam persidangan terdakwa Ali untuk menjadi saksi. Mereka menceritakan kalau pekerjaan yang mereka kerjakan itu ada yang menggunakan modal sendiri. Ada juga yang dimodali dari pinjaman dari Bank Danamon.
“Sebagian modal sendiri. Sebagian kredit dari bank. Dalam pekerjaan kali ini, kami mengajukan kredit di Bank Danamon. Ada juga beberapa kredit dari bank lainnya,” kata saksi Antoni saat menjawab pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis, Kamis (30/9).
Pinjaman itu dilakukan 2011. Awalnya kredit mereka sangat lancar. Namun, di 2017 barulah kejadian itu terjadi. Saat itu awal kerjasama antara perusahaan yang Antoni pimpin dengan PT PAB. Kerjasama dua perusahaan itu terkait penjualan besi.
Ia mengakui kalau ada beberapa kali melakukan beberapa kali pemesanan besi ke perusahaan terdakwa. Bahkan, dirinya sendiri yang membuat invois dari pemesanan besi tersebut. “Iya, saya yang membuat invois tersebut,” celetuknya.
Sementara itu, terdakwa tidak menyanggah satu pun dari penjelasan saksi. Hanya saja, ia menegaskan kalau terdakwa tidak mengetahui kalau invois yang ditandatangani itu dibuat untuk menjadi jaminan agar uang pinjaman di Bank Danamon segera cair.
“Saya tidak mengetahui kalau itu sebagai jaminan ke bank. Karena itu, saya merasa dalam permasalahan ini saya tidak bersalah Yang Mulia,” celetuknya menjawab pertanyaan majelis hakim yang diketuai Suparno, dalam ruang sidang Cakra.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Ali, Aryo Adi Pramono mengatakan kalau penjelasan kedua saksi semakin memperjelas kalau kliennya tidak salah. “Keterangan kedua saksi itu yang juga terdakwa dalam berkas terpisah sangat meringankan pak Ali,” kata Aryo usai persidangan.
Permasalahan itu, sebenarnya dilakukan oleh Antoni. Ia mengajukan kredit ke Bank Danamon. Uang itu untuk modal usaha. Yaitu, membeli besi kepada PT PAB. Sekitar 500 ton. Kalau dinominalkan itu sebesar Rp 210 miliar.
“Pemesanan itu tidak langsung ya. Melakukan proses bertahap. Ada 77 kali pemesanan. Tapi, pemesanan itu, dibatalkan oleh PT BBA. Dalam hal ini Antoni. Tidak ada satupun pesanan besi itu yang diberikan oleh PT BBA,” katanya lagi.
Padahal, daftar barang itu sudah dikirim ke PT BBA. Kemudian, Antoni memberikan daftar pesanan. Namun, blankonya menggunakan sales invois. “Sales Invois itu yang buat Antoni. Bukan pak Ali. Harusnya kalau invois kan dibuat oleh penjual. Atau PT PAB,” terangnya.
Lalu, meminta tandatangan Ali. Dengan menganggap itu sebagai daftar pemesanan barang. Bukan invois tagihan. Namun, berkas itu yang diserahkan ke Bank Danamon untuk syarat administrasi agar dapat mencairkan modal usaha yang diinginkan Antoni.
Namun, pencairan tersebut langsung masuk ke rekening Ali. Karena pembelian besi itu dinyatakan batal, sehingga Antoni meminta kembali uang yang masuk ke rekening Ali tadi. Dikirim ke rekening pribadi Antoni.
“Uang itu cair sore. Sementara, barang yang ada di Ali tidak bisa ditahan lama. Sehingga, saat uang itu cair, barang yang diinginkan sudah tidak ada. Nah, Antoni membatalkan pemesanan tersebut. Dan meminta uang itu dikembalikan. Klien saya langsung mengembalikannya,” katanya lagi.
Namun, Bank Danamon juga melaporkan Ali dalam kasus ini. karena, ia juga berperan. Karena perbuatannya itu, terdakwa terancam pidana yang diatur dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Mfy)