Ironi Air di Indonesia: Masyarakat Sulit Air Bersih, Perusahaan Asing Bebas Mengeksploitasi

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SurabayaPostNews – Di negera yang kaya akan sumber daya air. Namun, banyak warganya justru kesulitan mendapatkan air bersih, sementara perusahaan asing dengan mudah mengeksploitasi sumber mata air untuk kepentingan bisnis.

Fenomena ini semakin mencolok jika dibandingkan dengan kondisi di Amerika Serikat, di mana air mineral adalah produk premium, sementara di Indonesia, Coca-Cola justru lebih mahal dan dianggap sebagai barang eksklusif.

Namun, lebih dari sekadar perbedaan harga, masalah utama di Indonesia adalah ketimpangan akses terhadap air bersih.

Sejumlah perusahaan multinasional seperti Danone (Aqua), Nestlé (Pure Life), dan Coca-Cola Amatil (Ades) menguasai industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia. Mereka mengambil air dari sumber alami, mengemasnya, dan menjualnya dengan harga tinggi, sementara masyarakat setempat justru mengalami krisis air.

Beberapa contoh nyata eksploitasi ini, Danone (Aqua) menguasai sumber mata air di beberapa daerah di Klaten. Warga sekitar yang dulu mendapatkan air bersih dengan mudah kini harus membeli air karena sumur-sumur mereka mengering di musim kemarau panjang.

Di Subang dan Sukabumi Perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan mengambil air dalam jumlah besar dari wilayah ini, menyebabkan petani kesulitan mendapatkan air untuk irigasi.

Ironisnya, air yang berasal dari tanah Indonesia justru lebih mudah diakses oleh perusahaan asing ketimbang oleh rakyatnya sendiri.

Kondisi di perkotaan tak kalah memprihatinkan. Warga di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan bergantung pada air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sayangnya, air PDAM yang mereka bayar setiap bulan justru tidak layak untuk dikonsumsi langsung.

Banyak rumah tangga terpaksa membeli air galon atau memasang filter tambahan karena air PDAM dikhawatirkan mengandung zat berbahaya. Ini menciptakan beban ganda bagi masyarakat. Sudah membayar tagihan air PDAM, tetapi tetap harus membeli air minum dalam kemasan.

Sementara itu, perusahaan asing bebas mengambil air dari sumber terbaik, mengemasnya, dan menjualnya dengan harga tinggi.

Bandingkan dengan negara maju seperti Singapura atau Jepang, di mana air dari keran sudah bisa langsung diminum.

Ketimpangan ini semakin diperparah oleh regulasi yang lebih menguntungkan korporasi. Perusahaan air minum dalam kemasan hanya membayar sedikit untuk mengambil air dari sumber alami, tetapi menjualnya dengan harga berkali-kali lipat.

Sebagai gambaran Danone (Aqua) hanya membayar sekitar Rp100 per liter untuk izin pengambilan air. Air yang sama dijual dengan harga Rp4.000 hingga Rp10.000 per botol (600ml).

Sementara itu, warga yang kehilangan sumber air alami mereka harus membeli air dengan harga mahal atau menggali sumur lebih dalam dengan biaya tinggi.

Di Amerika, Air Itu Mewah Di Indonesia, Air Itu Milik Korporasi

Di Amerika Serikat, air mineral adalah produk premium. Merek-merek seperti Evian dan Fiji dijual dengan harga lebih mahal dibandingkan Coca-Cola, menciptakan kesan bahwa air kemasan adalah barang mewah.

Sebaliknya, di Indonesia, meskipun air mineral lebih murah dibandingkan Coca-Cola, akses terhadap sumber air bersih lebih sulit bagi warga dibandingkan bagi korporasi.

Warga kota harus membeli air galon karena air PDAM tidak layak minum, sementara perusahaan air minum dalam kemasan bebas mengambil air dari sumber terbaik dan menjualnya dengan harga mahal.

Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk memastikan air tetap menjadi hak rakyat, bukan hanya komoditas yang bisa dikuasai oleh korporasi.

Selama ini tidak ada pembatasan dari Pemerintah soal eksploitasi sumber air oleh perusahaan besar dan belum ada upaya maksimal bahwa masyarakat lokal tetap mendapatkan akses utama terhadap air bersih.

Bahkan Untuk mengelola air saja Pemerintah daerah masih kesulitan. Entahlah

Air adalah sumber kehidupan. Tidak seharusnya masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih, sementara perusahaan asing dengan mudah mengeksploitasi sumber daya air dan menjualnya demi keuntungan besar.

Jika tidak ada perubahan kebijakan yang tegas, maka yang terjadi adalah ketimpangan semakin dalam, sementara korporasi terus memperkaya diri dengan mengeksploitasi sumber daya yang seharusnya menjadi milik bersama.

Saatnya menegaskan kembali bahwa air bukan sekadar komoditas, tetapi hak dasar yang tidak boleh dimonopoli oleh segelintir pihak.

Get real time updates directly on you device, subscribe now.