Kasus Advokat Aniaya ART, Dipukul Pakai Selang Hingga Disuruh Telanjang

“Saya cuman bisa melihat. Tapi, saya tidak bisa membantu. Saya takut dimarahi tante,"

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SurabayaPostNews – Elok Anggraini Setiawati dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siska Christina di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (18/8).

Elok merupakan korban penganiayaan yang dilakukan majikannya sendiri Firdaus Fairuz, seorang advokat perempuan yang kini jadi pesakitan.

Elok datang ke Pengadilan bersama anaknya AP. Usianya baru 8 tahun. Di usia yang masih belia itu dia sering menyaksikan penganiayaan yang dialami ibu kandungnya.

Anak perempuan berambut ikal itu mengaku tidak bisa berbuat banyak sewaktu ibunya mendapat penganiayaan, ia bahkan mengaku pernah mendapat ancaman dari terdakwa.

“Saya tidak berani bantu ibu. Saya pernah dimarahi tante (terdakwa Firdaus) karena bantu ibu saat ibu dimarahi tante. Jadi, saya hanya diam saja. Cuman sekali tante marah ke saya,” kata Aprilia menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Martin Ginting, dalam persidangan yang dilaksanakan di ruang Candra.

Tidak hanya pernah dimarahi dan mendapat ancaman. AP juga disuruh terdakwa untuk memanggil ibunya hanya dengan sebutan namanya saja. “Gak tau kapan (waktunya) mulai disuruh manggil seperti itu,” ungkapnya.

Lebih lanjut AP menceritakan bahwa ia melihat ibunya dipukuli di kamar mandi. Saat itu, terdakwa memukuli menggunakan pipa paralon. Juga menggunakan selang. Tidak hanya itu, dia juga pernah melihat ibunyi disuruh menyiram tanaman dibelakang rumah tanpa menggunakan pakaian.

“Saya cuman bisa melihat. Tapi, saya tidak bisa membantu. Saya takut dimarahi tante. Tidak semua kekerasan itu saya lihat. Ada juga yang saya tidak lihat. Ibu kadang dipukul menggunakan selang. Kadang juga menggunakan sapu,” ungkapnya dengan nada pelan.

Kalau makan, Elok pasti terakhiran. Tentu setelah terdakwa selesai makan. Bahkan, terdakwa sering tidak memperbolehkan Elok untuk makan. “Tante sering melarang ibu makan. Kalau ada makanan sisa, tante langsung suruh buang. Jadi, ibu tidak makan,” ungkapnya.

Sementara, Elok mengungkapkan kalau dia mulai kerja bersama terdakwa sejak April 2020. Gaji yang dijanjikan sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Hanya saja, selama bekerja bersama Fairus, dirinya tidak pernah mendapatkan gaji tersebut.

“Saya sudah pernah mencoba menanyakan gaji saya. Tapi, bu Fairus hanya diam saja. Cuman sekali saya bertanya. Setelah itu, saya hanya bekerja saja. Tanpa bertanya lagi. Saya pernah pinjam uang ke bu Fairus. Dua kali. Pertama, Rp 400 ribu. Lalu Rp 600 ribu,” ungkap Elok.

Penganiayaan yang dialami Elok terjadi pertama kali Agustus 2020. Saat itu, dia tidak sengaja menumpahkan sabun cair di kamar mandi. Semenjak itu, terdakwa mulai ringan tangan kepada Elok. Bahkan, setiap pekerjaan yang dilakukan ART ini dianggap salah di mata terdakwa.

“Saat itu saya disuruh untuk membersihkan kamar mandi di atas (lantai dua). Setelah itu, gak sengaja saya menumpahkan sabun cair. Saat itu, saudari Fairus langsung mengambil sower. Lalu memukulkan ke kepala saya. Dia marah, karena katanya harganya mahal,” jelasnya.

Setiap hari, terdakwa pasti memukuli Elok. Firdaus terkadang memukulnya menggunakan tangan kosong. Kadang juga menggunakan alat. Pun, tidak jarang tendangan mendarat di tubuhnyi. “Kalau tangan kosong biasanya di bagian muka. Kalau kakinya biasanya diarahkan ke kaki saya. Tapi, kalau alat, pasti dipunggung,” ungkapnya.

Penyiksaan itu tidak hanya pukulan. Setrika panas pun pernah diletakkan ke tangan dan kaki kirinya. “Saya waktu itu lagi nyetrika baju. Tiba-tiba, saudari Fairus masuk. Terus mengambil setrika lalu ditempelkan ke tangan dan kaki saya,” tambahnya lagi.

Bahkan, kotoran kucing pernah dicampur dengan nasinya. Lalu, terdakwa menyuapi kotoran itu ke Elok. Memaksa ART ini untuk memakan nasi yang bercampur dengan kotoran hewan itu.

“Memang saya waktu menyapu tidak melihat ada kotoran kucing di bawah kolong. Kotoran itu dilihat oleh terdakwa. Dia langsung mengambil lalu menyuapi ke saya. Tiga suapan dia berikan. Tapi saya tidak telan. Saya simpan saja di mulut. Lalu saya buang,” ucapnya.

Elok terakhir bekerja bersama terdakwa Mei 2021. Sebab, terdakwa melihat dia sudah tidak lagi bisa bekerja. Lantas, terdakwa mengantarkan Elok ke Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos). “Saya kondisinya sudah tidak bisa jalan. Karena kaki saya bengkak. Badan saya sudah kurus,” katanya lagi.@ [ Fi ]

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.