Menakar Kadar Zat Adiktif Dalam Media Sosial

Oleh: Imam Gazi Al Farizi

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYAPOSTNEWS.COM — Dewasa ini siapa sih yang tidak punya akun Media Sosial ? bahkan tidak sedikit orang mempunyai second akun. Dengan dalih komunikasi dan mencari informasi, tampaknya Media sosial menjadi kebutuhan primer yang wajib dipenuhi.

Media sosial sudah menjamur di kalangan kehidupan masyarakat. Mulai dari Instagram, Twitter, Facebook, Youtube, TikTok dan semua judul aplikasi Media sosial yang ada. Rasanya sudah basi kalau memperdebatkan dampak positif dan negatif Media sosial, Bagi mereka yang mendapatkan penghasilan dari media sosial pastinya mereka mendengungkan kalau Media sosial berdampak positif. Lalu Bagi mereka yang hanya menjadi penikmat media sosial (sekedar scroll) tidak sedikit juga yang mengatakan berdampak negatif.

Saya mencoba menakar kandungan “zat adiktif” dalam Media sosial, Mengapa saya menggunakan diksi “zat adiktif” karena zat adiktif sendiri memiliki pengertian zat yang mengakibarkan ketergantungan, dan tak salah jika media sosial saya ibaratkan zat.

Menggunakan media sosial menjadi perilaku yang bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Dari mulai bangun tidur, masuk toilet, di transportasi umum, di kampus, di tongkrongan, bahkan saat sedang makanpun bisa sambil scroll media sosial. Melihat fenomena yang sudah terjadi tersebut, tak salah jika ketergantungan media sosial sudah hampir terjamah kesemua orang tanpa batas ruang dan waktu.

Kecanduan merupakan perilaku ketergantungan dengan suatu fasilitas yang menjadi kebiasaan. Salah satu penyebab kecanduan media sosial dengan intensitas yang tinggi adalah rasa khawatir akan ketinggalan informasi sehingga terarah pada munculnya perilaku penggunaan yang berlebihan. Seseorang dapat berada pada kategori kecanduan apabila mengakses media sosial berkisar 5-6 jam sehari.

Seperti yang sudah diungkapkan diatas bahwa adanya rasa khawatir atau cemas bilamana tidak mengakses media sosial dapat menjadi salah satu peyebab adanya ketergantungan terhadap media sosial.

Kecemasan sosial tersebut berkaitan dengan bagaimana individu itu melakukan mekanisme pertahanan diri terhadap respon lingkungannya sehingga perilaku kecemasan mereka tersebut salah satunya termanifestasikan ke dalam perilaku ketergantungan pada media sosial.

Selain hal tersebut beberapa hal juga dapat dijadikan penyebab adanya ketergantungan media sosial diantaranya adalah adanya pemikiran sesuatu yang mengakibatkan masalah perasaan seperti depresi, kemarahan, dan penghinaan. pemikiran tersebut juga dapat menyebabkan seseorang berperilaku disfungsional seperti obsesif, penundaan dan ketergantungan.

Orang yang ketergantungan media sosial menggunakan aplikasi tertentu untuk memenuhi kebutuhannya agar merasa lebih baik, beberapa orang akan mengakses media sosial untuk memenuhi kebutuhannya untuk melepaskan diri dari rasa tidak nyaman. Media sosial digunakan untuk berkomunikasi dengan bertukar pesan, hiburan, browsing informasi, sebagai tempat pelarian dari maslah dan lainnya, penggunaan inilah yang memungkinkan seorang mengalami ketergantungan.

Begitu kiranya paparan mengenai bagaimana motif yang dapat menjadikan seseorang ketergantungan media sosial, namun kurang lengkap jika ketergantungan itu tidak dibedah secara mendalam. Menurut Coombs & Howatt juga menyatakan kecanduan / ketergantungan diwujudkan melalui penggunaan bahan kimia atau perilaku, kecanduan pada umumya memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah

1) Compulsive use merupakan Penguatan yang terjadi saat zat atau perilaku adiktif pertama kali digunakan memberikan kesenangan atau kenyamanan. Ketika seseorang terus menelan substansi atau terlibat dalam perilaku, dibutuhkan dosis yang lebih besar untuk mendapatkan kesenangan atau kenyamanan yang diinginkan.

2)Loss of control artinya kehilangan kendali pada diri sendiri membuat pengguna media sosial tidak bisa memprediksi atau menentukan berapa banyak waktu yang telah dihabiskan hanya untuk membuka media sosial. Begitu pengguna yang mengalami kecanduan, ia akan sulit atau tidak bisa berhenti dari aktivitasnya di media sosial.

3) Continued use despite adverse consequences artinya adanya konsekuensi jika perilaku tetap dilanjutkan. Seseorang yang mengalami kecanduan mungkin tidak menyadari konsekuensi yang dapat merugikan dirinya.

4) tolerance merupakan adaptasi seseorang terhadap apa yang digunakannya secara terus-menerus yang mengakibatkan kebutuhan penggunaan media sosial semakin banyak dalam artian durasi penggunaan yang berlebihan.

5) withdrawal yang merupakan gejala penarikan yang muncul akibat perilaku yang dihentikan, pengguna media sosial yang mengalami kecanduan akan mengalami efek yang tidak menyenangkan seperti perasaan yang tidak nyaman atau kekurangan akan suatu hal ketika tidak mengkses media sosialnya.

Kriteria-kriteria tersebut merupakan keinginan untuk selalu membuka media sosial, keinginan untuk menghabiskan waktu di media sosial, merasa tidak nyaman ketika tidak bisa membuka media sosial, tidak bisa mengontrol diri ketika mengakses media sosial yang mengakibatkan individu mengabaikan kegiatan yang lebih produktif lainnya. Takaran tingginya zat adiktif dalam media sosial rupanya menjadi salah satu fenomena yang perlu disikapi secara serius karena mau tidak mau hal ini akan berdampak pada pola kehidupan sehari-hari individu itu terhadap individu lainnya atau lingkunganya.*

 

Penulis Merupakan Mahasiswa

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.