Menakar Urgensi Pembentukan Lembaga Peradilan Khusus Sengketa Pemilu

Oleh: Defrin Fortinius Ziliwu

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Sengketa Pemilihan Umum (Pemilu) dan juga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bukanlah suatu permasalahan hukum dan politik yang baru di Indonesia. Pada beberapa Pemilu terakhir, sengketa yang terjadi antar peserta Pemilu dan sengketa peserta Pemilu dengan Penyelenggara Pemilu sudah sering terjadi. Hal ini telah menjadi perhatian khusus dikalangan praktisi, akademisi dan tidak terkecuali politisi sehingga muncul suatu wacana untuk membentuk badan peradilan khusus sengketa Pemilu dan Pilkada.

Sejak tahun 2008 sampai 2023, sedikitnya ada 1136 kasus sengketa hasil Pemilu dan Pilkada yang telah ditangani oleh Mahkamah Konstitusi, jumlah tersebut masih belum mencakup sengketa yang terjadi pada proses Pemilu dan Pilkada. Data tersebut menunjukan betapa tingginya kasus sengketa Pemilu dan Pilkada di Indonesia. Beranjak dari hal itu, banyak pihak yang menilai bahwa badan peradilan khusus sengketa Pemilu memang harus segera dibentuk.

Lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa Pemilu di Indonesia saat ini memang masih tumpang tindih. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) adalah lembaga negara yang biasanya menangani berbagai macam sengketa Pemilu, bahkan Makhkamah Agung (MA) juga terkadang ikut ambil andil dalam menyelesaikan perkara.

Adanya beberapa lembaga diatas tidak serta-merta dapat menjamin subjek sengketa Pemilu mendapatkan kemudahan dan kepastian hukum (rechtszekerheid). Sengketa Partai Prima yang diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu adalah salah satu contoh bahwa adanya kewenangan yang tumpang tindih saat menyelesaikan sengketa Pemilu. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah melebihi kewenangannya dengan mengeluarkan putusan yang memiliki indikasi untuk menunda Pemilu.

Sebagai negara demokrasi yang sering melaksanakan Pemilu, haruskah Indonesia membentuk badan peradilan khusus sengketa Pemilu? Pertanyaan ini tentunya menuai pro kontra di tengah masyarakat. Oleh sebab itu, tulisan ini akan mencoba mendalami bagaimana sengketa Pemilu bisa terjadi dan apakah pembentukan badan peradilan khusus sengketa Pemilu adalah jalan terbaik untuk mencapai suatu kedewasaan demokrasi di Indonesia.

Kompleksnya Sengketa Pemilu

Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Steven Levitsky dan Daniel Ziblat yang berjudul “Bagaimana Demokrasi Bisa Mati” menyampaikan bagaimana kesempurnaan konstitusi Amerika yang pada akkhirnya tidak menjamin tegaknya demokrasi. Hal tersebut salah satunya ditandai dengan berbagai kecurangan yang terjadi pada beberapa Pemilu. Kedua penulis ini merupakan guru besar ilmu Politik dan ilmu Pemerintahan Universitas Harvard yang tentunya telah melakukan berbagai kajian mendalam. Dari peristiwa yang disampaikan kita dapat mengetahui betapa kompleksnya permasalahan yang terjadi ketika sebuah negara melaksanakan Pemilu, dan hal serupa sedang terjadi di Indonesia saat ini.

Prof. Jimly yang merupakan pakar hukum tata negara di Indonesia pernah mencoba memberikan salah satu alasan yang mengakibatkan sering terjadinya sengketa hasil Pemilu. Perbedaan pendapat perhitungan suara yang merugikan salah satu peserta pemilu adalah suatu faktor utamanya. Perbedaan tersebut bisa terjadi atas kesengajaan dan kelalaian (human eror). Dalam perjalanan waktu, sengketa Pemilu di Indonesia tidak sesederhana yang disampaikan oleh Prof. Jimly lagi, karena sengketa juga sudah sering terjadi sebelum Pemilu terlaksana (proses Pemilu).

Dalam hal ini, haruslah dibedakan antara sengketa yang terjadi pada proses Pemilu dan sengketa hasil Pemilu. Tidak hanya sampai disitu, sengketa Pemilu juga harus dibedakan lagi antara perkara-perkara pidana dan perkara yang berisfat administratif. Selain itu, sengekta Pemilu juga terkadang berhubungan dengan pelanggaran konstitusi (inkonstitusional). Oleh sebab itu, proses penyelesaian sengketa tersebut harus sesuai dengan kewenangan masing-masing lembaga negara yang memiliki tupoksi sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang.

Kompleksnya sengketa Pemilu dan tumpang tindih kewenangan tentunya akan sangat berpengaruh buruk terhadap perjalanan demokrasi di Indonesia. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah sampai kapan permasalahan ini terus dibiarkan? Hal ini adalah persoalan yang sangat serius, Indonesia akan segera menghadapi pesta demokrasi pada tahun 2024 mendatang, sengketa Pemilu dan juga Pilkada tentunya berpotensi besar akan terjadi bahkan lebih tinggi dari Pemilu sebelumnya.

Menurut hemat penulis, kompleksnya sengketa Pemilu di Indonesia hanya bisa tertangani dengan baik jika sengketa yang terjadi diselesaikan pada satu kelembagaan yang memiliki kekuatan hukum untuk menangani sengketa Pemilu, mulai dari sengketa administrasi, tindak pidana Pemilu, hingga perselisihan hasil Pemilu.

Mekanisme Pembentukan Peradilan Khusus Sengketa Pemilu

Sengketa Pemilu yang begitu kompleks dengan berbagi substansi permasalahan sudah seharusnya diselesaikan melalui mekanisme yang terlembaga. Pembentukan lembaga dimaksud sebenarnya bukanlah hal yang sulit, lembaga peradilan sengketa pemilu sejatinya dapat dibentuk tanpa adanya undang-undang (UU) tersendiri (delegatie provision). Lembaga peradilan khusus sengketa Pemilu bisa diatur dalam UU Pemilu sehingga tidak membutuhkan proses yang sangat panjang untuk membentuk suatu UU baru.

Proses pembentukan lembaga peradilan khusus sengketa Pemilu sejatinya telah diberikan mandat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada MA. Akan tetapi, MA merasa bahwa mandat tersebut harus memiliki dasar hukum yang jelas. Perdebatan ini sebenarnya jangan sampai berlarut-larut sehingga menghalangi proses demokrasi yang adil di Indonesia. UU Nomor 8 Tahun 2015 (UU Pilkada) telah jelas mengamanatkan untuk membentuk suatu lembaga peradilan khusus sengketa. Meski pun itu diamanatkan untuk peradilan khusus Pilkada, namun peradilan khusus sengekta Pemilu juga harusnya bisa sejalan untuk dibentuk.

Indonesia seharusnya berkaca ke negara-negara tetangga yang jauh lebih matang dalam menghadapi Pemilu karena telah memiliki lembaga khusus sengketa Pemilu. Malaysia memiliki Election Court, dan Singapura memiliki Election judge. Kedua negara ini sangat menyadari betapa pentingnya penyelesain sengketa Pemilu yang terlembaga untuk mewujudkan suatu kedewasaan demokrasi.

Politik hukum pembentukan lembaga peradilan khusus sengketa Pemilu di Indonesia bukanlah suatu hal yang sulit sehingga tidak ada alasan lagi untuk menundanya. Sengketa Pemilu di Indonesia sangatlah rawan terjadinya mengingat banyaknya partai politik dan juga daftar pemilih tetap.

Langkah cepat sangatlah dibutuhkan, pesta demokrasi akan segera terlaksana dan sengketa Pemilu tidak dapat dihindari. Adanya lembaga peradilan khusus sengketa Pemilu akan mendukung berjalannya Pemilu yang aman dan transparan serta tercapainya kepastian hukum bagi peserta Pemilu. Sengketa Pemilu mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh pendiri bangsa ini, namun tidak bisa dipungkiri bahwa hukum harus tertatih-tatih mengerjar perubahan zaman (het est cadem persona cum antecessore).

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika Surabaya

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.