Sampang — Ketua Ranting Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banyuates, menggelar tasyakuran untuk warga baru yang disahkan pada tahun 2024, bertepatan dengan bulan Suro. Acara ini berlangsung di Padepokan PSHT Dusun Sembung, Desa Jatra Timu, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Senin (29/07/2024) lalu.
Rangkaian acara dimulai dengan pembacaan sholawat bilkqiyam dan tahlil bersama, yang menjadi bagian dari tradisi tahunan PSHT di bulan Suro.
Tasyakuran ini dihadiri oleh berbagai tokoh, antara lain Mashudi Hadiwijaya, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur wilayah Sampang; perwakilan Pemerintah Desa Jatra Timur; tokoh agama R. KH Nurus Samsyi S. Pd.I, MM, Pengasuh Pondok Pesantren Assultoniyah; Kyai Fadhol Ahmad Arif S.Pd.I, Pengasuh Pondok Pesantren Arohmah Sompor; Mas Anang, Kanitreskrim Polsek Banyuates; Agus, Kanit Provost Polsek Tanjung Bumi; Widodo, perwakilan dari Koramil Banyuates; serta orang tua warga baru dan tokoh masyarakat setempat.
Dalam sambutannya, Budi Heri Wibowo, sesepuh PSHT Ranting Banyuates, memberikan pesan moral khusus kepada warga baru yang telah disahkan. Ia mengingatkan agar mereka tidak menjadi sombong dan terus mendalami ilmu kerohanian, selain ilmu jurus dan senam.
“Kita dididik untuk menjadi manusia berbudi luhur, mengetahui mana yang benar dan salah, serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Mas Erik, sapaan akrabnya.
Budi juga menekankan pentingnya menghindari lima hal yang dikenal dalam pepatah Jawa yang diadopsi oleh Eyang Suro, pendiri PSHT: *moh lima*, yaitu *moh maling* (tidak mencuri), *moh mabuk* (tidak mabuk-mabukan), *moh judi* (tidak berjudi), *moh madon* (tidak berzina), dan *moh madat* (tidak memakai narkoba). Ia menegaskan bahwa menghindari hal-hal ini akan memperkuat iman dan memperdalam ilmu kerohanian.
Sementara itu, Ketua Ranting Banyuates, Arief Sujatmiko, dalam sambutannya mengucapkan selamat kepada sembilan warga baru yang telah disahkan. Ia berpesan bahwa puncak tingkatan di PSHT adalah sabuk mori. Dalam filosofi Jawa, mori adalah kain kafan yang mengingatkan kita akan kematian dan kembalinya kepada Sang Pencipta. Sabuk mori juga mengingatkan untuk tidak meninggalkan shalat lima waktu, sebagaimana dikatakan, “Sing Limo Ojo Keri,” tegasnya.@ Ryan