SURABAYA (SurabayaPostNews) – Salah satu pegawai kantor jasa hukum Samudra & Co diketahui menerima aliran dana dari Lily Yunita, terdakwa kasus Penipuan investasi Pengurusan lahan senilai Rp. 68 miliar.
Informasi itu diungkap salah satu pegawai Samudra & co Ismi Maya Dewanti sewaktu ia dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (17/9).
Ismi dalam persidangan Mengaku kenal dengan Lily sejak 2019 karena sering mondar mandir di kantor jasa hukum Samudra & co milik Rahmat Santoso. Ia bahkan sempat menerima transfer dari Lily sebesar Rp. 25 juta rupiah.
Aliran uang dari Lily itu diakui Ismi merupakan uang kerjasama bisnis antara dia dengan Lily. Salah satunya digunakan untuk membayar kekurangan jasa fotografer kepada Eko Febri, senilai Rp. 2 juta rupiah.
“Terima 25 juta dari Lily, salah satunya digunakan untuk pelunasan biaya fotografer.”kata Ismi, di ruang Sidang PN Surabaya, Jumat.
Selain itu, ia juga pernah mendpat transfer dana dari Lily sebesar 11 juta, yang diakuinya untuk pengurusan pembuatan badan hukum PT (Perseroan Terbatas) milik saudara Lily.
“Pengurusan surat adiknya Bu Lily, untuk pembuatan PT ,”kata Ismi.
Dibeberkan Ismi, Selama mondar mandir di kantor Samudra & co Lily sering menemui Rahmat Santoso, yang saat ini menjabat Wakil Bupati Blitar.”Nemui bos saya, pak Rahmat,”ungkapnya.
Dicatutnya nama Rahmat Santoso ini berawal dari kasus kerjasama pembebasan lahan lahan seluas 9,8 Hektar antara Lianawati dan terdakwa Lily Yunita.
Lahan yang dimaksud berada di Osowilangon, Kecamatan Tandes, Surabaya. Lily telah mempertemukan Liana dengan Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso, yang diklaim merupakan pemilik lahan.
Pertemuan antara Liliy, Liana dan Rahmat dilakukan di Pakuwon Trade Center (PTC) 11 November 2020. Ketiganya sepakat bekerjasama mengurus legalitas objek agar segera dapat dijual belikan, karena lahan itu masih dalam proses sengketa.
Terdakwa Lily Yunita dalam kerjasama itu memastikan akan memberikan keuntungan 150 ribu per meter pada Lianawati, apa bila dia bisa membiayai pengurusan tanah.
Lianawati dalam persidangan sebelumnya menerangkan, tanah tersebut menurut Liliy sudah ada yang mau membeli yaitu H. Sam Banjarmasin dengan harga Rp. 3,5 juta permeter. Namun hal itu diketahui hanya klaim sepihak dari Lily Yunita.
Tergiur dengan tawaran Lily, Lianawati akhirnya membiayai pengurusan lahan itu hingga menggelontorkan uang mencapai 68 miliar.
Dana sebesar itu diklaim akan digunakan mengurus surat-surat tanah di Jakarta melalui perantara Rahmat Santoso. Liliy dan Liana juga telah bersepakat membagi potensi keuntungan yang didapatkan.
“Nanti pembagiannya keuntungannya, Pak Rahmat Rp 1 juta dan Lily Rp 500 ribu. Dan saya dikasih bagian Lily Rp 150 ribu permeternya,” kata Liana dalam persidangan sebelumnya.
Kerjasama pembebasan lahan itupun berakhir dramatis. Liliy oleh Lianawati dilaporkan ke Polisi karena dinilai telah menipunya. Laporan Lianawati dinyatakan P21 oleh jaksa hingga bergulir ke ranah pemeriksaan pengadilan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmat Hari Basuki menjerat Liliy dengan dakwaan pasal berlapis, diantaranya pasal 378 tentang penipuan sebagai dakwaan kesatu, kemudian pasal 372 KUHP untuk dakwaan kedua.
Selain itu, JPU juga mendakwa Lily Yunita dengan pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.@ (fi)