SurabayaPostNews — Token Libra, yang sempat viral setelah diunggah oleh Presiden Argentina, Javier Milei, kini menjadi pusat perhatian setelah nilainya anjlok drastis. Di balik kejatuhan token ini, muncul nama Hayden Davis, pemilik Kelsier Ventures, sosok yang diduga mengendalikan peluncuran Libra dengan menggunakan skema “max extract” yang memungkinkan eksploitasi likuiditas secara besar-besaran tanpa terdeteksi. Kejatuhan Libra juga menyeret beberapa ekosistem yang sebelumnya dianggap solid, seperti Meteora AG, ke dalam pusaran skandal ini.
Bagaimana Skema “Max Extract” Bekerja?
Mekanisme yang digunakan dalam manipulasi ini diduga berkaitan dengan Meteora Single-Sided Liquidity (SSL) dan multipool listings. Teknologi ini memungkinkan peluncur token seperti Hayden untuk menciptakan berbagai pool likuiditas dalam jumlah besar (10-20 pool) dan mengendalikan kedalaman likuiditas di setiap pool tersebut. Skema ini melibatkan beberapa langkah utama:
- Membuat Banyak Pool Likuiditas
- Token Libra dimasukkan ke dalam beberapa pool yang berbeda di berbagai platform, termasuk Meteora AG.
- Manipulasi Kedalaman Likuiditas
- Kelsier Ventures dan timnya memiliki kontrol atas jumlah likuiditas dalam setiap pool, yang memungkinkan mereka menciptakan ketidakseimbangan harga.
- Arbitrase Antar Pool
- Dengan adanya selisih harga di berbagai pool, mereka dapat melakukan arbitrase dengan cara membeli token di pool dengan harga lebih rendah dan menjualnya di pool dengan harga lebih tinggi.
- Penarikan Likuiditas (LP Removal) dan Likuidasi Token
- Setelah harga token naik akibat manipulasi ini, mereka mulai menarik likuiditas dari berbagai pool, menyebabkan harga token jatuh dengan cepat.
- Dumping Token ke Pasar
- Ketika likuiditas di beberapa pool dikuras, mereka menjual sisa token yang mereka pegang, membuat harga Libra anjlok dan meninggalkan investor kecil dalam kerugian besar.
Javier Milei dan Efek Domino Skandal Ini
Javier Milei, yang dikenal sebagai pendukung kebebasan ekonomi dan pasar bebas, tanpa sadar menjadi bagian dari skema ini ketika ia mengunggah token Libra di akun X miliknya. Endorsement tidak langsung ini menyebabkan lonjakan minat investor, yang akhirnya menjadi korban dari manipulasi yang telah dirancang dengan matang oleh Kelsier dan kelompoknya.
Meteora AG, yang dikenal sebagai salah satu ekosistem likuiditas paling inovatif di Solana, juga tidak luput dari skandal ini. Kepercayaan terhadap platform tersebut kini dipertanyakan, karena fitur-fitur yang seharusnya meningkatkan efisiensi pasar justru digunakan untuk eksploitasi. Skandal ini memperlihatkan bagaimana teknologi likuiditas yang canggih bisa disalahgunakan oleh individu yang memiliki akses dan pemahaman mendalam terhadap sistem.
Dampak Jangka Panjang dan Regulasi DeFi
Kasus Libra dan skema “max extract” ini memberikan peringatan bagi komunitas crypto tentang risiko eksploitasi dalam ekosistem DeFi. Beberapa dampak yang sudah mulai terasa antara lain:
- Turunnya Kepercayaan Investor: Banyak investor ritel yang mengalami kerugian besar akibat skema ini, yang dapat mengurangi kepercayaan terhadap proyek-proyek baru di Solana dan DeFi secara umum.
- Tekanan Regulasi: Skandal ini bisa mendorong regulator untuk memperketat aturan terkait mekanisme likuiditas dan listing token di platform DeFi.
- Evaluasi Platform Likuiditas: Meteora AG dan platform serupa kemungkinan akan mendapat tekanan untuk meningkatkan transparansi dan keamanan dalam mekanisme likuiditas mereka.
Cara Hayden dalam menjalankan skema “max extract” tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama menunjukkan bahwa masih banyak celah dalam sistem likuiditas terdesentralisasi. Kejatuhan token Libra dan dampaknya terhadap ekosistem seperti Meteora AG menjadi pelajaran berharga bagi komunitas crypto untuk lebih berhati-hati dalam memilih proyek investasi. Regulasi dan pengawasan komunitas akan menjadi faktor penting dalam mencegah kejadian serupa di masa depan.