SurabayaPostNews – China dan Indonesia menghadapi Google dengan pendekatan yang berbeda. China secara resmi memblokir layanan Google sejak 2010, termasuk mesin pencari, YouTube, Gmail, dan Google Play Store.
Pemerintah China menerapkan kebijakan ini sebagai bagian dari strategi proteksi terhadap industri teknologi dalam negeri, memungkinkan perusahaan lokal seperti Baidu, WeChat, dan Alibaba untuk berkembang tanpa persaingan langsung dengan raksasa teknologi asing. Namun, di sisi lain, perusahaan teknologi China tetap menggunakan sistem operasi Android milik Google untuk produk yang diekspor ke luar negeri, termasuk ke Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia tidak menerapkan pembatasan serupa terhadap perusahaan teknologi global. Google dan berbagai layanan digital global dapat beroperasi secara bebas tanpa regulasi yang ketat terkait data pengguna, pajak, maupun persaingan dengan perusahaan lokal.
Akibatnya, Indonesia menjadi pasar yang sangat menguntungkan bagi Google dan perusahaan teknologi global lainnya, sementara perusahaan teknologi dalam negeri kesulitan berkembang karena harus bersaing dengan pemain raksasa yang sudah mendominasi pasar.
Kebijakan China yang membatasi perusahaan asing tetapi tetap mengekspor produk berbasis teknologi asing seperti Android menunjukkan strategi sebuah negara yang serius dalam membangun kemandirian digital.
Dengan melarang Google di dalam negeri tetapi tetap menggunakan Android untuk ekspor, China berhasil menciptakan ekosistem teknologi yang kuat dan mendukung pertumbuhan industri lokal. Di sisi lain, Indonesia justru menjadi pasar terbuka tanpa perlindungan yang jelas terhadap industri digitalnya sendiri.
Dampaknya, produk teknologi buatan China yang berbasis Google beredar luas di Indonesia, sementara China sendiri tidak mengizinkan Google beroperasi di negaranya. Ini mencerminkan ketimpangan dalam regulasi yang menguntungkan China sebagai eksportir teknologi dan merugikan Indonesia sebagai konsumen pasif.
Belum ada langkah strategis pemerintah dalam menghadapi dominasi teknologi asing, negara ini selamanya akan terus menjadi sekadar pasar konsumsi tanpa daya saing dalam industri digital global.