Surabaya — Open Society Foundations (OSF), yang didirikan oleh George Soros, dikampanyekan sebagai salah satu organisasi filantropi global yang mendanai berbagai inisiatif demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan pers. Salah satu strategi utamanya adalah mendukung media independen melalui berbagai instrumen keuangan, termasuk melalui Media Development Investment Fund (MDIF).
Strategi ini bukan sekadar model bisnis berkelanjutan, tetapi juga ajang geopolitik yang penuh intrik, di mana media bisa menjadi alat pembentuk opini publik yang mengarah pada pengaruh politik.
Model Bisnis Berkelanjutan atau Skema Pengaruh?
Pendanaan OSF atau MDIF sering kali berbentuk convertible performance debenture, yaitu surat utang yang dapat dikonversi menjadi ekuitas dengan bunga nol persen dalam jangka waktu tertentu. Dengan skema ini, media memperoleh dana segar tanpa perlu langsung kehilangan kendali atas sahamnya. Tentu saja, siapa yang bisa menolak dana murah dengan syarat-syarat istimewa?
Selain itu, banyak media yang didukung OSF memiliki hubungan mesra dengan pemerintah atau kelompok oposisi, baik melalui kontrak kerja sama, program bantuan, atau insentif lainnya. Hal ini membuat risiko gagal bayar hampir nol, karena media yang memiliki jejaring luas dengan penguasa cenderung mendapat proteksi ekstra.
Media yang Berada di Jaring OSF
Tak sedikit media yang telah merasakan manisnya dana OSF dan MDIF. Di antaranya adalah Tempo (Indonesia), The Guardian (Inggris), The Intercept (AS), ProPublica (AS), Rappler (Filipina), El Faro (El Salvador), Balkan Investigative Reporting Network (Eropa Timur), OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project), dan Correctiv (Jerman).
Siapa sangka media-media yang berteriak soal independensi ternyata memiliki sumber pendanaan dari organisasi yang jelas punya kepentingan?
Di Indonesia, Tempo menerima investasi dalam bentuk convertible performance debenture dari MDIF pada Juli 2024. Sementara itu, The Guardian dan ProPublica memperoleh dana hibah langsung untuk proyek-proyek yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah.
Rappler di Filipina pun mendapat suntikan dana dari OSF dengan narasi untuk memperkuat investigasi terhadap pemerintahan Duterte. Tak heran jika media-media ini sering menyuarakan narasi yang selaras dengan kepentingan donornya.
OSF, George Soros, dan Tangan-Tangan Politik
OSF didirikan oleh George Soros, seorang investor dan filantropis yang sering kali dikaitkan dengan berbagai skenario politik global. Di satu sisi, OSF mengusung misi demokrasi dan kebebasan pers. Di sisi lain, tak sedikit yang menilai bahwa filantropi ini adalah selubung bagi kepentingan politik dan ekonomi tertentu. Bukankah terlalu naif jika berpikir semua ini murni amal?
OSF telah lama menyalurkan dana kepada kelompok-kelompok yang disebut sebagai pendukung demokrasi, tetapi dalam praktiknya, banyak dari mereka yang justru memainkan peran dalam membentuk opini publik secara sistematis.
Apakah ini bentuk kebebasan pers, atau sekadar cara lain untuk menciptakan realitas politik yang diinginkan?
Media Independen ?
Dalam lanskap media global, ada media yang didanai oleh donor internasional dan ada yang didukung oleh pemerintah.
Media independen yang menerima dana dari OSF kerap menampilkan diri sebagai penjaga demokrasi, transparansi, dan kebebasan pers. Namun, pertanyaannya: “seberapa independen media yang dibiayai oleh pendonor dengan agenda tertentu”?
Di sisi lain, media yang dibiayai langsung oleh pemerintah sering kali dicap sebagai corong negara. Padahal, media-media yang didanai OSF juga bisa saja berjalan dua kaki menjadi corong bagi pendonor dan sekaligus mengais dana iklan dari pemerintah.
Lalu siapa yang benar-benar independen?
Kampanye Politik Melalui Media
Salah satu kekuatan media adalah kemampuannya dalam menciptakan dan membentuk isu politik. Dengan akses terhadap sumber daya melimpah, media yang didanai OSF dapat menyebarluaskan narasi tertentu secara berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebenaran yang diterima publik.
Berita investigatif yang menyudutkan kelompok tertentu, liputan mendalam yang menggiring opini, hingga kampanye yang didesain secara sistematis—semuanya bisa menjadi alat untuk mengarahkan opini publik ke arah yang diinginkan.
Siapa yang menentukan agenda ini? Siapa yang diuntungkan?
Efeknya Terhadap Kebijakan Negara
Selain membentuk opini publik, pendanaan media ini juga bisa menjadi bagian dari soft power. Dalam situasi tertentu, OSF dan organisasi sejenis dapat mendukung kelompok oposisi atau mendorong perubahan kebijakan melalui media yang mereka danai. Ini bukan sekadar bantuan amal, tetapi juga cara untuk mengintervensi kebijakan suatu negara dengan cara yang lebih halus dan sistematis.
Di negara-negara dengan pemerintahan kuat, media ini bisa menjadi alat tekanan. Sementara di negara yang masih mencari bentuk demokrasi, mereka bisa menjadi alat untuk mengarahkan pemilih dan menciptakan perubahan politik. Jurnalisme atau alat propaganda?
Siapa yang Mengendalikan Narasi?
Strategi OSF dan MDIF dalam mendanai media adalah model bisnis yang berkelanjutan dengan risiko finansial rendah, karena media yang mereka dukung sering kali memiliki koneksi kuat dengan pemguasa. Lantas, apakah media yang disebut independen benar-benar bebas dari pengaruh?
Pendanaan ini bukan hanya tentang bisnis, tetapi juga alat soft power yang bisa membentuk opini publik, menciptakan narasi politik, dan bahkan memengaruhi kebijakan negara. Publik harus lebih cermat dalam membaca berita dan memahami siapa yang berada di balik layar, karena dalam dunia perusahaan media, tidak ada yang benar-benar independen—hanya ada kepentingan yang berbeda-beda.