Hak Kebebasan Sipil Yang Perlu Diperhatikan Selama Pandemi

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYAPOSTNEWS.COM – Selama kurang lebih dua tahun wabah COVID-19 menjadi pandemi, The Rutherford Institute telah mengeluarkan laporan tindak lanjut yang mendalam tentang dampak tanggapan negara terhadap pandemi terkait kebebasan sipil.

“Saat ini, vaksin COVID-19 adalah tiket ajaib untuk mendapatkan akses ke “hak istimewa” kehidupan komunal,” kata John W. Whitehead, presiden The Rutherford Institute.

Dengan demikian, penulis Battlefield America: The War on the American People itu menyimpulkan, mandat COVID-19 ini telah menjadi medan pertempuran baru dalam tarik ulur pemerintah atas otonomi tubuh dan kedaulatan individu.

Dalam Laporan-nya, tanggapan pemerintah terhadap pandemi telah menjadi intrusif, koersif, dan otoriter secara besar-besaran terhadap hak kedaulatan individu atas hidup seseorang.

Hal itu ia nyatakan setelah Mengkaji konsekuensi luas tentang bagaimana pandemi telah berdampak pada perdebatan hukum, moral, dan politik tentang siapa yang berhak memutuskan apa terjadi pada tubuh seseorang.

Hukum hak asasi manusia internasional, khususnya Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), mensyaratkan bahwa pembatasan hak untuk alasan kesehatan masyarakat atau keadaan darurat nasional haruslab sah (secara hukum), perlu, dan proporsional.

Pembatasan seperti karantina wajib atau isolasi orang yang bergejala minimal harus dilakukan sesuai regulasi hukum untuk mencapai tujuan yang sah.

Kesemuanya harus berdasarkan bukti ilmiah, proporsional, tidak sewenang-wenang atau diskriminatif dalam penerapannya, memiliki jangka waktu terbatas, menghormati martabat manusia, dan dapat ditinjau kembali.

Karantina yang luas dan penguncian dengan panjang yang tidak ditentukan jarang memenuhi kriteria ini dan sering kali diterapkan secara tiba-tiba, tanpa memastikan perlindungan mereka yang dikarantina – terutama populasi yang berisiko. Karena karantina dan penguncian seperti itu sulit diterapkan dan ditegakkan secara seragam, penerapannya seringkali sewenang-wenang atau diskriminatif.

Kebebasan bergerak di bawah hukum hak asasi manusia internasional melindungi, pada prinsipnya, hak setiap orang untuk meninggalkan negara mana pun, untuk memasuki negara kebangsaannya sendiri, dan hak setiap orang secara sah di suatu negara untuk bergerak bebas di seluruh wilayah negara itu.

Pembatasan terhadap hak-hak tersebut hanya dapat dilakukan apabila menurut hukum, untuk tujuan yang sah, dan apabila pembatasan tersebut proporsional, termasuk dalam mempertimbangkan dampaknya.

Larangan bepergian dan pembatasan kebebasan bergerak tidak boleh bersifat diskriminatif dan juga tidak berdampak pada penolakan hak orang untuk mencari suaka atau melanggar larangan mutlak untuk dikembalikan ke tempat mereka menghadapi penganiayaan atau penyiksaan.*

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.