SurabayaPostNews: Kasus korupsi yang melibatkan pengusaha Budi Said terkait transaksi emas PT Aneka Tambang (Antam), nama Denny Mardiana muncul sebagai salah satu saksi yang memberikan keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tertanggal 8 Januari 2024.
Keterangannya memberikan petunjuk mengenai praktik internal di PT Antam yang diduga tidak sesuai prosedur.
Berdasarkan dokumen putusan pengadilan, Denny Mardiana mengungkapkan bahwa saat itu terdapat ketidaksesuaian dalam ketersediaan emas secara fisik di brankas PT Antam. Ia menjelaskan bahwa brankas perusahaan tidak memiliki emas dalam jumlah yang seharusnya.
Untuk menyiasati hal ini, Nur Prahesti Waluyo (alias Yuki)—mantan pejabat PT Antam—memberikan arahan agar saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan inspeksi, emas impor yang belum memiliki cap Logam Mulia (LM) PT Antam ditunjukkan sebagai bukti ketersediaan emas.
Bahwa terhadap keterangan dari Denny Mardiana yang temuat pada BAP tanggal 8 Januari 2024 angka 12, 13 dan 14 yang mengatakan :
“Dapat saya jelaskan bahwa permasalahan yang ada saat itu untuk emas secara fisik brangkas tidak ada emasnya, sehingga arahan dari Pak Nur Prahesti Waluyo (Yuki) agar BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) apabila masuk kluis agar ditunjukan emas LD (emas impor yang belum ada cap LM PT. Antam) kemarin sore, seolah olah emas fisik brangkas tersedia fisiknya”. Demikian kutipan isi dokumen putusan pengadilan yang didapatkan SurabayaPostNews.
Strategi ini dilakukan agar terlihat seolah-olah emas fisik tersedia di brankas, meskipun kenyataannya tidak demikian.
Pengakuan ini mengindikasikan adanya upaya manipulasi laporan ketersediaan emas, yang dapat menyesatkan auditor dan pihak berwenang mengenai kondisi sebenarnya di PT Antam.
Nur Prahesti Waluyo (Yuki) adalah mantan Trading Assistant Manager Unit Bisnis Pemurnian dan Pengolahan Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam di Pulogadung, Jakarta Timur. Dalam persidangan, ia memberikan kesaksian mengenai transaksi pembelian emas yang dilakukan oleh Budi Said, yang menurutnya tidak sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) PT Antam.
Yuki menjelaskan bahwa transaksi yang dilakukan oleh Budi Said berisiko menyebabkan ketidaksesuaian antara uang yang masuk dengan jumlah emas yang diserahkan. Ia menyebut bahwa uang dari Budi Said masuk terlebih dahulu tanpa adanya penawaran harga dan referensi barang, yang seharusnya menjadi prosedur standar dalam transaksi pembelian emas di butik Antam.
Berdasarkan dokumen putusan pengadilan, Nur Prahesti Waluyo (Yuki) merupakan saksi yang memberikan keterangan mengenai prosedur transaksi emas yang dilakukan oleh Budi Said. Hingga saat ini, tidak ada indikasi bahwa ia dijerat sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab secara hukum dalam kasus ini.
Akan tetapi Keterangan Denny Mardiana dalam BAP, yang bersumber dari putusan pengadilan, membuka fakta mengenai manipulasi ketersediaan emas di PT Antam untuk menghindari audit dari BPK.
Sementara itu, Nur Prahesti Waluyo (Yuki) disebut sebagai pihak yang memberikan arahan terkait strategi tersebut. Namun, hingga kini, Yuki masih berstatus sebagai saksi dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia turut serta dalam tindakan korupsi yang didakwakan kepada Budi Said.
Kasus ini setidaknya memberi petunjuk praktik transaksi emas yang tidak sesuai prosedur di PT Antam, yang berkontribusi pada dugaan kerugian negara dalam skandal ini.*