Jakarta – Mahkamah Agung (MA) Indonesia telah memenangkan Yayasan Trisakti yang dipimpin oleh Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung dalam perselisihan hukum melawan yayasan tandingan yang dibentuk oleh Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Putusan ini menegaskan kembali hak pengelolaan Universitas Trisakti yang telah berada di bawah naungan Yayasan Trisakti sejak awal pendiriannya.
Yayasan Trisakti versi Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung telah mengelola Universitas Trisakti sejak tahun 1957. Yayasan ini memiliki dasar hukum melalui akta pendirian yang dibuat oleh notaris. Namun, pada tahun 2022, muncul yayasan baru yang dibentuk dengan dukungan dari Kemendikbudristek di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim. Yayasan tandingan ini berupaya untuk mengambil alih pengelolaan universitas yang telah lama dikelola oleh yayasan.
Perselisihan hukum kemudian terjadi, dengan kedua yayasan bersikeras memiliki hak untuk mengelola universitas tersebut.
Yayasan Trisakti kemudian mengajukan gugatan terhadap yayasan tandingan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta dan memenangkan gugatan. Sementara Yayasan baru yang dibentuk oleh Nadiem Makarim mengajukan banding, tetapi keputusan pengadilan tetap memihak pada yayasan.P
Putusan Mahkamah Agung
Pada tanggal 12 Agustus 2024, Mahkamah Agung dalam putusan kasasi Nomor 292K/TUN/2024 memperkuat dua putusan sebelumnya dari PTUN yang menyatakan bahwa Yayasan Trisakti versi Prof. Dr. Anak Agung Gde Agung adalah entitas sah yang memiliki hak untuk mengelola Universitas Trisakti.
Dengan putusan ini, Mahkamah Agung menolak legalitas yayasan baru yang dibentuk oleh Nadiem Makarim.
Putusan ini menegaskan bahwa yayasan yang dibentuk oleh Nadiem Makarim tidak memiliki dasar hukum yang sah untuk mengelola universitas. Mahkamah Agung menegaskan bahwa hak pengelolaan tetap berada di tangan yayasan yang telah mengelola universitas sejak awal.R
Reaksi dan Implikasi
Kabar ini disambut gembira oleh pihak Yayasan Trisakti. Ketua Yayasan Trisakti yang dimenangkan oleh Mahkamah Agung, Franky Boyoh, menyatakan bahwa keputusan ini adalah bukti dari keabsahan yayasan yang telah lama berdiri dan menolak tuduhan bahwa yayasan tersebut berusaha untuk mengambil alih universitas untuk kepentingan pribadi.
Franky menegaskan bahwa yayasan yang dipimpinnya telah mengelola Universitas Trisakti sejak tahun 1957 dan akan terus melakukannya.
Sementara itu, Kemendikbudristek merespons dengan pernyataan bahwa putusan Mahkamah Agung tidak akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan di Universitas Trisakti.
Direktur Kelembagaan Dikti, Lukman, yang juga Pembina Yayasan Trisakti versi Kementerian, mengatakan bahwa universitas tersebut sedang dipersiapkan untuk menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), sebuah status yang sejalan dengan universitas-universitas ternama lainnya di Indonesia seperti UI, UGM, dan ITB.
Namun, Franky Boyoh menyatakan bahwa langkah Kemendikbudristek tersebut tidak disukai oleh mayoritas mahasiswa karena biaya yang tinggi terkait status PTN-BH.
Franky menambahkan bahwa banyak mahasiswa dan calon mahasiswa lebih menginginkan universitas tetap dalam status PTN tanpa tambahan status Berbadan Hukum yang dianggap memberatkan.