Surabaya — Persidangan lanjutan atas Gugatan Sederhana (GS) yang diajukan oleh PT Sapta Permata di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali memicu ketegangan. Sidang yang digelar di ruang Kartika 1 pada Kamis (15/8/2024) ini diwarnai dengan protes keras dari pihak tergugat terkait ketidakhadiran Direktur Utama PT Sapta Permata, Yenny Widya Tjoa.
Kuasa hukum PT Dove Chemcos Indonesia, Dr. Johan Widjaja, SH., MH, melontarkan keberatan atas ketidakhadiran Yenny dalam persidangan tersebut. Johan memprotes ketidaktegasan Hakim Dr. Nurnaningsih Amriani, SH., MH yang memimpin sidang, karena menurutnya, Yenny Widya Tjoa sebagai Direktur Utama PT Sapta Permata seharusnya hadir secara langsung.
Meskipun Christian Huang, Branch Manager PT Sapta Permata Surabaya, telah diberi kuasa oleh Yenny untuk menghadiri sidang, Johan tetap bersikukuh bahwa kehadiran langsung Yenny sangat diperlukan, mengingat gugatan sederhana ini didaftarkan atas nama pribadi Yenny Widya Tjoa.
Dalam sidang tersebut, Johan menegaskan bahwa meski PT Sapta Permata telah memberikan kuasa kepada pihak lain, hal ini tidak menghilangkan kebutuhan untuk menghadirkan direktur utama sebagai pihak yang bertanggung jawab.
“Kami tetap keberatan meskipun PT. Sapta Permata sudah menunjuk dan memberi kuasa kepada seseorang untuk menghadiri persidangan ini,” ujar Johan.
Hakim Nurnaningsih menanggapi protes tersebut dengan mengatakan bahwa pihak tergugat dan penggugat memiliki hak untuk mengajukan keberatan, yang akan dipertimbangkan dalam putusan akhir. Ia juga menambahkan bahwa penggugat telah memberikan kuasa yang sah kepada Christian Huang untuk mewakili Yenny dalam persidangan ini, dan ini cukup untuk melanjutkan proses.
“Jika tergugat keberatan dan penggugat juga mengajukan keberatan, silahkan saja. Nanti biarlah hakim yang mempertimbangkan keberatan kedua belah pihak,” kata Hakim Nurnaningsih Amriani.
Namun, setelah sidang berakhir, Johan Widjaja mengungkapkan kekecewaannya. Ia mengingatkan bahwa pada persidangan sebelumnya, Hakim Nurnaningsih telah secara tegas meminta PT Sapta Permata untuk menghadirkan Yenny, dan bahkan menyarankan agar perkara ini dicabut jika Yenny tidak hadir pada sidang berikutnya.
Johan merasa hakim tidak konsisten karena tetap melanjutkan persidangan meski Yenny tidak hadir.
Beberkan Bukti
Dalam sidang tersebut, Johan juga memaparkan beberapa bukti terkait kasus ini, termasuk tangkapan layar dan video yang menunjukkan adanya endapan dan gumpalan dalam bahan kimia yang dibeli dari PT Sapta Permata.
Bukti tersebut, menurut Johan, memperkuat klaim bahwa bahan kimia yang dijual oleh PT Sapta Permata telah rusak dan tidak dapat digunakan untuk produksi.
“Dari pernyataan laboratorium itu dapat dikatakan bahwa PT. Sapta Permata yang dalam perkara ini sebagai penggugat, telah menjual barang rusak dan tidak bisa lagi kami pergunakan untuk produksi,” papar Johan.
Lebih lanjut, Johan menambahkan bahwa PT Dove Chemcos Indonesia telah mencoba mengajukan klaim atas kerusakan tersebut, namun tidak mendapat respons yang memadai dari PT Sapta Permata. Bahkan, PT Sapta Permata meminta agar bahan kimia yang rusak tersebut dikembalikan setelah 195 hari dari pemberitahuan awal, masalahnya, bahan tersebut sudah dibuang karena berpotensi mencemari lingkungan.
Sementara itu, Dr. Sudiman Sidabukke, S.H., CN., M.Hum, kuasa hukum PT Sapta Permata, menilai bahwa perdebatan yang terjadi dalam sidang tidak seharusnya terjadi, mengingat ini adalah gugatan sederhana yang sudah diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tahun 2015 dan 2019. Menurutnya, proses hukum ini semestinya tidak perlu diperumit.
Sudiman menekankan bahwa keputusan akhir seharusnya diserahkan sepenuhnya kepada hakim.
“Biarkan pengadilan yang memutuskan. Jika tergugat yang benar berarti penggugat yang kalah. Begitu sebaliknya,” papar Sudiman
Ia juga menekankan bahwa perkara ini bukanlah kasus besar, dengan nilai kerugian hanya Rp181 juta, namun penting karena menyangkut hak dan keadilan.
Sudiman mengingatkan bahwa dalam perkara ini, yang dipertaruhkan bukan hanya jumlah uang, tetapi prinsip keadilan yang harus ditegakkan.
Sudiman mengakhiri dengan menjelaskan bahwa bukti yang diajukan dalam persidangan ini sudah lengkap, termasuk Purchase Order (PO), bukti pengiriman barang, Delivery Order (DO), faktur, dan bukti permintaan pengiriman barang yang rusak.@ jun