Surabaya – Persidangan gugatan sederhana yang diajukan oleh PT Sapta Permata terus diwarnai perdebatan tajam antara kuasa hukum kedua belah pihak. Pada Selasa (20/8/2024), sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda penyerahan bukti dari tergugat, PT Dove Chemcos Indonesia, terjadi adu argumen antara kuasa hukum penggugat dan tergugat.
Kuasa hukum PT Dove Chemcos Indonesia, Dr. Johan Widjaja, SH., MH, terlibat perdebatan dengan kuasa hukum PT Sapta Permata, Dr. Sudiman Sidabukke, SH., CN., M.Hum, terkait sengketa atas pengembalian barang dalam pembelian bahan kimia 4man Chemyunion seberat 200 kg senilai Rp. 181.623.750.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh hakim Dr. Nurnaningsih Amriani, SH., MH, Sudiman menuding PT Dove Chemcos Indonesia tidak jujur dalam permasalahan ini, karena menolak membayar tagihan tanpa dasar yang jelas.
Kronologi Pengiriman Barang dan Klaim Kerusakan
Perdebatan bermula ketika PT Dove Chemcos Indonesia mempresentasikan bukti tertulis yang menunjukkan bahwa bahan kimia yang dikirim oleh PT Sapta Permata dalam kondisi rusak, dengan adanya endapan dan gumpalan pada bahan tersebut.
Pihak tergugat mengklaim telah menyampaikan keberatan secara tertulis kepada penggugat, tetapi tidak mendapat tanggapan.
David Tri Yulianto, Direktur PT Dove Chemcos Indonesia, menjelaskan bahwa mereka telah dua kali mengirim sampel bahan yang rusak kepada PT Sapta Permata. Namun, ketika menjelaskan lebih detail, hakim Nurnaningsih menghentikan penjelasannya, dan menegaskan bahwa bukti surat yang diajukan akan dipertimbangkan lebih lanjut dalam putusan.
Klausal Pengembalian Barang dan Prosedur Uji Laboratorium
Kuasa hukum PT Sapta Permata, Sudiman, menyoroti kontrak perjanjian yang telah disepakati, di mana terdapat ketentuan bahwa barang yang rusak dapat dikembalikan dalam jangka waktu tujuh hari setelah diterima. Namun, menurut Sudiman, PT Dove Chemcos Indonesia tidak mengembalikan barang tersebut dan malah melakukan uji laboratorium sepihak.
Sudiman menekankan bahwa pengujian laboratorium harus dilakukan secara bersama-sama untuk memastikan bahwa barang yang diuji memang berasal dari PT Sapta Permata. Ia juga mempertanyakan inisiatif pribadi PT Dove Chemcos Indonesia dalam melakukan uji lab tanpa sepengetahuan pihaknya.
Tuntutan Potongan Harga dan Penundaan Pembayaran
Selain itu, Sudiman mengkritik permintaan potongan harga sebesar 50 persen dari pihak PT Dove Chemcos Indonesia.
“Jika barang yang diterima rusak, mengapa mereka meminta potongan harga, bukan melakukan pengembalian?” ujar Sudiman.
Menurutnya, permintaan diskon ini menunjukkan adanya itikad kurang baik dari pihak tergugat.
Sebaliknya, David Tri Yulianto menyatakan bahwa PT Dove Chemcos Indonesia menunda pembayaran karena barang yang diterima dalam kondisi rusak.
Mereka bahkan telah mencoba menyelesaikan masalah melalui negosiasi dan mediasi, termasuk permintaan diskon, namun tidak mendapatkan tanggapan positif dari PT Sapta Permata.
Lebih lanjut Direktur PT. Dove Chemcos Indonesia ini mengatakan, tidak benar PT. Dove Chemcos Indonesia melepas tanggung jawabnya dengan tidak membayar tagihan yang dikeluarkan PT. Sapta Permata atas pengiriman 4man chemyunion seberat 200 kg seharga Rp. 181.623.750.
“Karena barang yang kami terima ini rusak, kami langsung menghubungi bagian finace PT. Sapta Permata dan meminta supaya pembayaran ditunda terlebih dahulu atau dipending,” jelas David Tri Yulianto.
PT. Dove Chemcos Indonesia, sambung David, akan melakukan pembayaran, apabila kejadian barang yang kami terima dalam keadaan rusak tersebut, telah mendapat tanggapan PT. Sapta Permata dan sudah ada solusi sehingga masalah ini benar-benar clear.
“Oleh karena itu, mereka meminta sample dan sample pertama rusaknya barang telah kami kirim namun sample itu tidak dilakukan pengecekan,” kata David.
Sample itu, sambung David, langsung dikirim ke suplier PT. Sapta Permata yang berada di Brasil.
“PT. Dove Chemcos Indonesia meragukan sample yang dikirimkan ke Brasil tersebut. Yang menjadi keraguan kami, apa benar sample yang dikirim itu adalah sample yang telah kami kirim ke mereka?,” tanya David.
Berdasarkan penjelasan suplier PT. Sapta Permata yang ada di Brasil, lanjut David, dikatakan bahwa barang yang telah kami terima tersebut tidak rusak dan sesuai spesifikasi. Atas pernyataan dari suplier PT. Sapta Permata tersebut, PT. Dove Cehmcos Indonesia mengajukan komplain.
Masih menurut pengakuan David Tri Yulianto, setelah PT. Dove Chemcos Indonesia mengajukan komplain atas verifikasi yang dilakukan suplier PT. Sapta Permata di Brasil, akhirnya PT. Sapta Permata minta supaya dikirimkan lagi sample barang yang rusak tersebut. Akhirnya, permintaan itu disetujui dan sample bahan kimia yang telah rusak itu dikirimkan ke PT. Sapta Permata.
“Berdasarkan sample barang kedua yang telah kami kirimkan akhirnya diakui pihak suplier PT. Sapta Permata bahwa 4man chemyunion sebanyak 200 kg yang kami terima tersebut memang benar ada kerusakan,” terang David.
Perselisihan Mengenai Pemusnahan Barang
Sudiman mempertanyakan klaim PT Dove Chemcos Indonesia bahwa barang yang rusak tersebut telah dimusnahkan. Ia meminta bukti konkret, seperti berita acara pemusnahan, yang dapat memastikan bahwa barang yang dimusnahkan memang berasal dari PT Sapta Permata.
Menurut Sudiman, alasan pemusnahan barang karena berbahaya bagi lingkungan adalah dalih yang tidak rasional.
Sementara itu, Johan Widjaja membela kliennya dengan menegaskan bahwa PT Dove Chemcos Indonesia telah bertindak transparan dalam perkara ini.
Andai komplain PT. Dove Chemcos Indonesia ini segera direspon lalu ditindaklanjuti, sambung Johan, masalah retur barang sebagaimana diminta PT. Sapta Permata, akan dilaksanakan, tidak sampai 195 hari dan barang telah dibuang dari gudang untuk dimusnahkan.
Johan Widjaja secara tegas mengatakan, permintaan diskon yang dilakukan PT. Dove Chemcos Indonesia itu merupakan bentuk itikad baik PT. Dove Chemcos Indonesia yang selalu ditagih untuk segera bayar, meskipun PT. Sapta Permata mengetahui bahwa 4man chemyunion seberat 200 kg diterima PT. Dove Chemcos Indonesia waktu itu dalam keadaan cacat produksi dan ada kerusakan.
Sementara, lanjutnya, penggugat membuat aturan pengembalian barang secara sepihak, tanpa memasukkannya ke dalam kontrak kerja sama yang jelas.
PT. Sapta Permata, sambung Johan, mendalilkan bahwa pengiriman barang paling lambat dua hari setelah barang diterima. Hal ini tertera dalam DO yang dikirimkan PT. Sapta Permata ke PT. Dove Chemcos Indonesia.
“Kami keberatan dengan aturan itu karena dibuat secara sepihak. Mengapa bisa begitu? Aturan tersebut tidak ada dalam perjanjian atau kontrak kerjasama,” ucap Johan.
Masih menurut pernyataan Johan Widjaja, jika PT. Sapta Permata meminta supaya barang dikembalikan, mengapa jangka waktunya sampai 195 hari setelah barang diterima?
“Itu kan sudah termasuk terlampau lama. Begitu barang sampai dan dilakukan pengecekan, ternyata dalam keadaan rusak. Hal ini sudah kami sampaikan namun tidak ada respon dari PT. Sapta Permata,” kata Johan.
Hakim Nurnaningsih pada kesempatan sebelumnya telah mendorong kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan damai sebelum putusan dijatuhkan. Namun, hingga saat ini, PT Sapta Permata tetap bersikeras agar PT Dove Chemcos Indonesia segera melakukan pembayaran penuh atas barang yang telah dikirim, meskipun tergugat mengklaim barang tersebut rusak. Sidang ini akan terus berlanjut hingga putusan akhir dari pengadilan.@ jn