Menilik Tata Kota Kerajaan Surabaya Dari Nama-Nama Kampung

Kerajaan Surabaya dimungkinkan hancur lebur sewaktu tentara Inggris membombardir kota pada 10 hingga 13 November 1945

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYAPOSTNEWS.COM (Surabaya) – Keberadaan kampung-kampung kuno yang ada di kota Surabaya pada masa kerajaan Surabaya tidak dapat lepas terhadap konsep tata kota yang biasa berlaku pada kota-kota di Jawa secara umum.

Kerajaan Surabaya dimungkinkan hancur lebur sewaktu tentara Inggris membombardir kota pada 10 hingga 13 November 1945.

Tata kota pada Kerajaan Surabaya  dipengaruhi oleh pandangan kosmos (cosmic state) yang salah satu cirinya adalah berpedoman pada arah penjuru mata angin (Robert Heine-Gelderen. 1982:12).

Pada tata kota di Jawa arah utama mata angin ada empat: utara-selatan-timur-barat. Selain itu pada konsep tata kota di Jawa juga menggunakan dasar pemikiran bahwa kota seperti rumah dan merupakan sesuatu yang “hidup “. Oleh karena itu penyusunannya harus mengambil pola tubuh manusia dengan tata letaknya memperhatikan arah mata angin.

Utara adalah letak kepala, jadi selalu resmi dan kebesaran, sedang selatan letak kaki dan kelamin merupkan sifat yang kekeluargaan dan keturunan.

Arah timur adalah arah matahari terbit dan tangan kanan, artinya keqa atau yang berhubungan dengan keduniawian. Arah barat merupakan arah matahari terbenam atau tangan kiri, artinya keija atau-yang berhubungan dengan kejiwaan rohaniah dan sakral. Sedang di tengah adalah tempat jantung yaitu pusat kehidupan (Surabaya Post. 29 Maret 1981).

Tampak dalam pintu utama menuju Keraton Surabaya saat ini berada di kawasan kampung Keraton/surabayaostnews

Letak-letak kampung pada masa Kerajaan Surabaya ternyata juga mengikuti konsep tata ruang kota di Jawa. Pembagian wilayah tersebut secara perspektif dapat diuraikan dengan Daerah tengah merupakan tempat Keraton Surabaya berada.

Pusat dari Keraton Surabaya adalah di Kampung Kraton Disebelah utara Kampung Kraton ini terdapat alun-alun lor (alun-alun utara) yang lokasinya berada disekitar Jalan Alun-alun (sekarang Jalan Pahlawan).

Kemudian Di alun-alun sebelah utara ini terdapat Kampung Kawatan (yang berarti semacam pakis halus). Kampung Kebon Rojo (kebun milik raja), Kampung Serayan (yang berarti hijau segar), dan Kampung Wiro (berasal dan kata prawiro yang berarti gagah perkasa atau perwira atau kampung tempat tinggal para perwira kerajaan).

Disebelah selatan Kampung Kraton, terdapat alun-alun kidul (alun-alun selatan) yang oleh masyarakat Surabaya dikenal dengan sebutan alun-alun Contong. Di tempat itu pula terdapat Kampung Carikan (tempat tinggal carik keraton yang mempunyai tugas untuk menerima tamu).

Tidak jauh dari tempat ini ada Kampung Gemblongan (gemblongan berasal dan kata “gembong” yang berarti tempat pendaratan raja yang berbentuk dua perahu besar yang disatukan).

Dari sudut perspektif terlihat bahwa nama-nama kampung disekitar Kampung Kraton merupakan suatu sistem yang lengkap dan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas tentang keberadaan sebuah kerajaan di Surabaya.

Gang Kepatihan Deket dengan sungai kali mas, sebuah sungai bersejarah dimana sungai ini pernah diracuni oleh pasukan Mataram sewaktu menyerang Surabaya/surabayaostnews

Daerah barat berhubungan dengan kejiwaan dan kesakralan

Di daerah yang berada di sebelah barat Kraton Surabaya ada kampung Temenggungan (kampung tempat tinggal para tumenggung), Kampung Maspatih (kampung tempat tinggal Patih dalam kerajaan). Sedangkan patih yang bertugas di luar bertempat tinggal di Kampung Kepatihan.

Selain itu ada Kampung Praban (Keparabon), Kampung Ronggo (kampung tempat tinggal para ronggo atau pembuat keris), Kampung Bubutan (berasal dari kata butotan yang berarti pintu gerbang, yaitu kampung tempat jalan untuk keluar masuk khusus pejabat-pejabat negara yang penting).

Berbatasan dengan kompleks kraton ada (berasal dari bahasa Portugis benteng yang juga masih terdapat sisa-sisa bangunan. Untuk memperidah wilayah kota, maka dari arah selatan kraton dibuatkan taman yaitu di injungan (tunjungan berarti bunga teratai putih) (Radar, 4 April 2001. Hlm.8).

Sebuah rumah bangunan kuno yang berada di gang Kepatihan

Daerah timur berhubungan dengan keduniawian

Bagian timur terdiri dari kampung-kampung yang berfungsi sebagai profesi kekaryaan. Yang terdekat dengan Kraton Surabaya adalah Kampung Pandean (kampung tempat tinggal para pande besi), Kampung Plampitan (kampung tempat tinggal para pembuat tikar atau lampit), Kampung Peneleh ( peneleh berasal dari kata “tilih” atau waduk air, jadi merupakan tempat tinggal penjual air), Kampung Undaan kampung tempat penjual sangkar burung), Kampung Pengopohan (kampung tempat i besi yang kasar atau cor), Kampung Pengampon (pengampon berasal dari kata “ampo” yang berarti tanah liat merah atau kampung tempat pembuatan tembikar), Kampung Pecindilan (berasal dari kata “cinde” yaitu kain bermotif kembang, kampung tempat membatik atau menyablon).

Lalu Kampung Pegirian ( berasal kata “giri” yang bisa bisa diartikan Tempat tinggi kampung tempat tinggal para Kiyai atau pandita).

Daerah di sebelah timur selain terdiri dari kampung-kampung yang berhubungan dengan sebuah pertanda ternyata juga memiliki kampung-kampung yang berhubungan dengan jabatan tertentu, seperti: Kampung Tambak Bayan (kampung tempat tinggal kebayan), Kampung Kepatihan kampung tempat tinggal patih kerajaan), Kampung Kademangan (kampung tempat para demang), dan Kampumg Keradenan (kampung tempat tinggal raden).

Daerah-daerah khusus

Yang termasuk daerah-daerah khusus, misalnya: Kampung Keputran (kampung tempat tinggal dan mengasuh putra-putri raja), Kampung Sidi Keputran (kampung tempat para guru pengasuh dari putra-putri raja). Kampung Kayon (yang bearti kampung ini berkaitan dengan kesakralan antara wilayah Keputran dengan kampung Pandegiling (kampung para pande giling), Kampung Malang (berasal “walengan” yang berarti kayu yang keras dan baik, jadi merupakan kampung yang berupa perkebunan/ hutan kayu), Kampung Tegalsan (kampung yang berupa ladang iur), Kampung pregolan (kampung tempat regol atau bangunan gapura), Surabayan (kampung yang sekarang digunakan untuk menamai kota SURABAYA, kampung kaliasin (kampung yang berawa tempat pembuangan orang yang memusuhi raja (Surabaya Post, 30 Mei 1981.)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.