Praperadilan SPI, Saksi Tegaskan Tidak Ada Pencabulan Di Sekolah SPI

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYA (SurabayaPostNews) – Sidang lanjutan praperadilan antara JE lawan Polda Jatim kembali berlanjut di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (18/01/2022).

Persidangan yang ke tiga kalinya ini beragendakan pembuktian dengan menghadirkan saksi siska udila wati, alias Dilla. Alumni sekaligus siswi satu angkatan dengan SDS (28) di yayasan sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI).

Dilla dalam persidangan menerangkan, ia baru mengetahui (JE) sebagai salah satu pendiri sekolah SPI sekitar 2010 di bandara Juanda, sewaktu ia bersama dengan 7 (tujuh) orang siswa lain-nya termasuk SDS ketika mereka hendak pergi ke Singapore karena ada kegiatan sekolah.

Selain Para siswa-siswi, keberangkatan ke Singapore itu ditemani 4 (empat) orang guru dan juga kepala sekolah SPI Risna.

Selama di Singapore saksi juga menjelaskan terdapat skedul jadwal acara selama 7 hari. Mereka saat itu tinggal di sebuah apartemen dengan kamar terpisah.

“Kalau Kita tidur itu kamarnya terpisah. Jadi kalau siswa putra sama pembina dan guru-guru itu kamar sendiri. Putra sendiri, kita putri sendiri. Karena waktu itu ada Bu Risna yang juga ikut jadi kita satu kamar sama Bu Risna,”ungkap Dilla.

Selama 7 hari di Singapore saksi Dilla juga menerangkan, dia tidak terpisah dengan siswa-siswi lain termasuk SDS. Setelah melakukan aktivitas, puku 22:00 semua siswa dan siswi harus sudah dikamar masing-masing.

“Selama kita di Singapore kita selalu bersama-sama dan bahkan saat kita masuk kamarpun selalu bersama karena kunci kamarnya di bawa Bu Risna,”beber Dilla.

Disinggung akan tuduhan pencabulan yang dilakukan JE kepada SDS, saksi menegaskan tidak pernah melihat ataupun mendengar tindakan asusila yang dimaksudkan itu.

“Selama saya disana (SPI), dari 2008 hingga saat ini, Tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar adanya pelecehan seksual,” tandasnya.

Diketahui dalam perkara ini, JE melalui kuasa hukumnya melayangkan upaya hukum praperadilan guna menggugurkan status tersangka yang disematkan penyidik Polda Jatim atas tuduhan pencabulan.

JE dilaporkan oleh SDS yang merupakan alumni di yayasan Sekolah SPI. Laporan itu diregister dengan nomor LPB/326/V/RES.1.24/2021/UM/SPKT Polda Jatim tanggal 29 Mei 2021.

Sewaktu melapor, usia SDS diketahui telah menginjak 28 tahun.

Setelah melakukan penyidikan selama 67 hari, penyidik akhirnya menetapkan JE sebagai tersangka dengan dasar alat bukti subyektif.

Pada 16 September 2021, Berkas pemeriksaan JE oleh penyidik kemudian di limpahkan kepada kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, kemudian pada 23 September, berkas dikembalikan lagi ke penyidik oleh Jaksa dikarenakan masih terdapat kekurangan yang wajib dipenuhi oleh Penyidik.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim, Fathur Rohman mengatakan, berkas kedua kembali diterima pihaknya pada tanggal 3 Desember 2021. Namun setelah diteliti ternyata masih ditemukan sejumlah petunjuk yang belum dipenuhi oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.

Karena sudah dua kali berkas dikembalikan oleh Jaksa, JE kemudian mengajukan permohonan praperadilan untuk memperjelas status hukumnya.

Permohonan praperdilan JE itu didaftarkan pada 5 Januari 2022 dan teregister dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Sby.

Dalam petitum praperadilan itu, JE melalui kuasa hukumnya meminta majelis hakim untuk menghentikan sekaligus menggugurkan status tersangka@ (ad/SPN)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.