SURABAYA (SurabayaPostNews) – GALI lubang, tutup lubang. Pinjam uang untuk membayar utangnya yang lain. Tindakan itu yang menggiring Sri Sayekti binti Riyanto sampai duduk di kursi psakitan. Dia didakwa karena melakukan penipuan. Dirinya tidak sanggup lagi untuk membayar utangnya.
Tak main-main, total piutang yang dia miliki sebesar Rp 66,9 juta. Padahal, dia hanya seorang penjual gorengan. Pun pelbagai macam cara dia lontarkan agar bisa mendapatkan pinjaman uang tersebut. Mulai dari pinjaman untuk modal usaha. Sampai pada untuk biaya pengobatan ibunyi.
Tiga korban terdakwa dihadirkan di persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (26/8). Mereka adalah Inggrit Anggraini Pontoh, Retno Kumalasari dan Frida Mayawati. Secara bergantian ketiganya memberikan keterangan dihadapan majelis hakim yang di ketuai oleh Khusaini.
“Saat itu terdakwa mengaku kalau ibunyi sedang sakit. Saat ini sedang dirawat di rumah sakit. katanya ibunya tidak bisa keluar kalau tidak bayar. Dia ngomongnya sambil nangis-nangis,” kata Frida, di Ruang Tirta 1.
Belakangan, setelah dia meminjamkan uang kepada terdakwa, barulah dia mengetahui kalau ibu terdakwa tidak sakit. Bahkan, ibu terdakwa tidak pernah masuk rumah sakit saat terdakwa meminjam uang kepadanya.
“Saya lupa kapan terdakwa mulai pinjam. Yang pasti sekitar Januari sampai Maret 2021. Setelah itu, terdakwa menghilang. Uang saya sudah tidak dikembalikan. Total kerugian saya, Rp 5 juta,” tambah pedagang nasi bungkus tersebut.
Beda lagi modus yang diberikan kepada Retno. Awalnya, terdakwa meminjam uang dan beralasan kalau dia akan membeli Hp. Serta modal usaha. Tidak hanya itu, terdakwa juga mengaku akan menambah modal untuk membeli tanah.
Di sebidang lahan itu ada tanaman pohon jati. Rencananya, dia akan menjual pohon itu untuk membayarkan utangnya. “Tapi, akhirnya utangnya tidak juga dibayar. Karena, alasannya pembelinya melarikan diri. Akhirnya ibunya jatuh sakit,” ucapnyi.
Sehingga, alasan itu yang dilontarkan terdakwa untuk menunda pembayaran pinjamannya. Dirinyi membutuhkan uang banyak. Karena harus menjalankan operasi malam itu juga. “Jadi dia pinjam lagi uang ke saya. Tapi, ujung-ujungnya tidak dikembalikan,” tambahnya.
Pernah dia menyarankan kalau sertifikat tanah itu diberikan kepadanya untuk jaminan. Ketika terdakwa punya uang, baru sertifikat itu dikembalikan. Tapi, ternyata tanah itu tidak ada. Terdakwa tidak pernah sekalipun membeli tanah.
“Total uang yang saya berikan kepada terdakwa sebanyak Rp 39,2 juta. Jumlah itu, beberapa kali terdakwa pinjam ke saya. Termasuk uang untuk membeli tanah yang katanya dia beli,” ungkapnya.
Dia sempat menagih uang tersebut. Namun sayang, terdakwa hanya bisa berjanji. Beberapa waktu kemudian, terdakwa malah melarikan diri. “Saya datangin kosannya, ternyata sudah tidak tinggal disitu lagi,” tambahnya lagi.
Majelis hakim pun langsung mengkonfirmasi keterangan ketiga saksi itu kepada terdakwa. Tanpa basa basi, terdakwa langsung membenarkan keterangan itu. Dia mengakui kalau ibunya tidak pernah sakit. Apalagi sampai di rawat di rumah sakit.
“Uang itu untuk kebutuhan hidup Yang Mulia. Hanya gali lubang, tutup lubang. Saya pinjam uang, untuk membayar pinjaman saya di orang lain lagi,” kata terdakwa yang mengikuti sidang itu secara daring. Karena perbuatannya, terdakwa diancam pasal 378 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.@ (L1)