SURABAYA — Kasus dugaan korupsi bantuan keuangan khusus (BKK) di 8 desa di Bojonegoro, yang melibatkan terdakwa Bambang Soejatmiko mengungkapkan fakta baru di pengadilan. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa pertanggungjawaban anggaran dalam kasus ini seharusnya dibebankan kepada kepala desa.
Keterangan tersebut terkuak dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Senin (4/9/2023). Dimana Luluk Alifah, Kepala BPKAD Pemkab Bojonegoro, dihadirkan sebagai saksi dalam kasus ini.
Pertanyaan terkait siapa yang bertanggung jawab atas kerugian negara sebesar Rp 1,6 miliar muncul saat Pinto Hutomo, salah satu kuasa hukum terdakwa, yang meminta klarifikasi dari Luluk. Awalnya, Luluk menjawab bahwa ia tidak mengetahui siapa yang seharusnya bertanggung jawab.
Namun, Pinto merasa ada yang tidak beres dengan jawaban tersebut dan meminta izin kepada majelis hakim untuk membacakan keterangan Luluk yang tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Setelah mendapat persetujuan, Pinto membacakan bahwa dalam BAP, Luluk menyebut jika “kepala desa yang seharusnya bertanggung jawab dalam kasus ini”.
Keanehan muncul ketika Luluk tetap bersikeras tidak mengetahui hal tersebut, meskipun keterangannya dalam BAP telah dibacakan di muka persidangan.
Pinto mengutarakan pertanyaannya dengan nada janggal, “Yang benar yang mana? Apakah saksi tidak tahu atau jawabannya sesuai keterangan dalam BAP?”
Akhirnya, hakim Halima menegaskan pertanyaan Pinto kepada Luluk dan meminta konfirmasi apakah keterangannya di persidangan sesuai dengan BAP.
Luluk akhirnya membenarkan bahwa jawabannya sesuai dengan yang tercatat dalam BAP. “Tetap (sesuai) BAP” Kata dia.
Pinto Hutomo, kuasa hukum terdakwa, menyuarakan keraguan terkait penetapan tersangka dalam kasus ini. Dia menilai adanya kejanggalan karena hanya kliennya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Pinto menjelaskan bahwa tidak ada perjanjian kerja atau Surat Perintah Kerja (SPK) yang mengikat antara terdakwa dengan penyelenggara pemerintahan desa saat proyek pembangunan jalan dilakukan. Menurutnya, terdakwa hanya menjalankan perintah bekerja dan tidak memiliki pemahaman mendalam tentang kasus ini.
Pinto Hutomo menegaskan bahwa yang seharusnya bertanggung jawab adalah kepala desa, yang tidak disentuh dalam kasus ini. Ia menggarisbawahi tidak adanya bukti dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPj) yang menyebutkan nama terdakwa.
“Tidak ada satu pun surat di LPj (Laporan Pertanggungjawaban) yang menyebut nama terdakwa,” tegasnya.@jun