Jakarta — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, telah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan suap dari Syahrul Yasin Limpo.
Permohonan praperadilan diterima oleh pengadilan, dan hakim tunggal Imelda Herawati telah menetapkan sidang pertama pada 11 Desember 2023.
Dalam gugatannya, Firli mempertanyakan keabsahan penetapannya sebagai tersangka dan legalitas penyidikan, khususnya terkait bukti yang dianggap tidak memadai.
Firli juga menyoroti ketidaksesuaian nama ajudan yang disebut sebagai perantara penerimaan uang. Ia beralasan bahwa foto di lapangan bulu tangkis yang menjadi bukti tidak terkait dengan perkara korupsi SYL yang ditangani KPK.
Firli berargumen bahwa tidak ada bukti niat jahat (mens rea) dalam tindakannya dan memohon agar hakim membatalkan status tersangkanya yang diusung oleh Polda Metro Jaya.
Firli Bahuri menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan dan penerimaan suap dari eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Polisi telah menemukan alat bukti yang cukup berdasarkan hasil gelar perkara.
Penyidik telah menyita sejumlah barang bukti. Antara lain, dokumen penukaran valuta asing (valas).
Penyidik juga telah melakukan penyitaan data elektronik dan dokumen elektronik yang ada di dalamnya, yang meliputi, satu, dokumen penukaran valas dalam pecahan SGD dan USD dari beberapa outlet money changer dengan nilai total sebesar Rp 7.468.711.500 sejak bulan Februari 2021 sampai dengan bulan September 2023.
Penyidik polda Metro menjerat Firli Pasal 12 e atau Pasal 12B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.