Kejari Surabaya Serahkan 9 SKPP Perkara Yang Diselesaikan Secara Restoratif Justice

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYA (SurabayaPostNews) — Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menyerahkan SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) kepada 9 (sembilan) orang tersangka dalam berbagai kasus tindak pidana yang berhasil diselesaikan melalui keadilan Restoratif (Restorative Justice).

Penyarahan SKPP dilakukan di rumah Restorative Justice (RJ) ”Omah Rembug Adhyaksa” Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerap, Kota Surabaya, Jumat (17/03/2023).

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Surabaya Ali Prakosa dalam keterangannya menerangkan, Kesembilan perkara tersebut terdiri dari 5 (lima) perkara pencurian dan 4 perkara kasus penganiayaan.

Dijelaskan Ali, Sebelum dilakukan penyerahan SKP, Jaksa Kejaksaan Negeri Surabaya selaku fasilitator telah melaksanakan mediasi dengan melibatkan tersangka beserta keluarganya berikut tokoh masyarakat.

“Dari hasil mediasi tersebut, baik korban maupun tersangka sepakat untuk berdamai dan menyelesaikan diluar persidangan,” beber Ali Prakosa.

Keadilan restoratif ini lanjut Ali, menekankan pemulihan kembali pada keadaan dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban maupun pelaku tindak pidana, yang tidak berorientasi pada pembalasan serta sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan pidana.

“Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan adanya kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kemanfaatan dengan menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum, serta keadilan yang hidup dalam masyarakat,”kata Ali Prakosa.

Sejak bulan Januari 2023 sampai dengan 17 Maret 2023, Kejaksaan Negeri Surabaya telah menghentikan perkara pidana umum berdasarkan keadilan restoratif sebanyak 14 (empat belas) perkara, dan pada minggu depan terdapat 12 (dua belas) perkara yang berpotensi dapat dihentikan melalui RJ melalui upaya mediasi oleh Jaksa selaku Fasilitator.

“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini, hanya berlaku satu kali saja dan untuk pengulangan tindak pidana atau pelaku yang sudah pernah dihukum tidak dapat dihentikan perkaranya dengan mekanisme RJ,” Jelas Ali.

Ali Prakosa berharap, dengan dihentikannya perkara pidana melalui RJ ini, tersangka dapat bertaubat dan dapat menjalani kehidupan bermasyarakat tanpa adanya label/stigmatisasi sebagai terpidana.@ (jun)

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.