Keterangan Ahli Memperjelas Status Ranto Hensa

hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali jika dengan sedikitnya dua alat bukti yang sah

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYA – Sidang lanjutan perkara gagal bayar Infinity Financial Sejahtera dengan terdakwa Ranto Hensa Barlin Sidauruk kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (18/4/2022).

Ahli pidana sekaligus dosen Universitas Bhayangkara (Ubhara) Sholehudin SH MH dihadirkan dalam persidangan untuk dimintai keterangan berdasarkan ke ilmuawannya.

Dalam persidangan ia menerangkan, Perbedaan mendasar antara perkara wanprestasi dengan tindak pidana penipuan menurut Solehudin, terletak pada niat baik diantara para pihak, dapat dinilai pada post factum dan ante factumnya.

“Apabila setelah (post factum) diketahui adanya tipu muslihat, keadaan palsu atau rangkaian kata bohong dari salah satu pihak, maka perbuatan itu merupakan wanprestasi. Namun kalau ternyata sebelumnya (ante factum) ada rangkaian kata bohong, keadaan palsu, tipu muslihat dari salah satu pihak maka perbuatan itu merupakan perbuatan penipuan,” kata ahli di ruang sidang Tirta 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Senin siang.

Ahli juga memastikan, hukum pidana adalah mencari kebenaraan materiiil yang bertujuan untuk keadilan. Sementara berdasarkan pasal 183 KUHP sistem pembuktian yang dianut oleh hukum acara pidana Indonesia berdasarkan undang-undang dan keyakinan hakim dalam memeriksa suatu perkara.

“Jadi, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali jika dengan sedikitnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar ada ada perbuatan tindak pidananya,” tandasnya.

Ditanya majelis hakim, apakah masuk rangkaian kebohongan apabila ada seorang marketing suatu lembaga keuangan non bank, menawarkan produknya seolah sebuah produk deposito.

“Itu diksi, hanya mensinonimkan semata supaya produk investasi yang ditawarkan kepada masyarakat laku. Dan Diksi seperti itu kerap dipakai. Diksi itu tidaklah penting, yang penting adalah perbuatannya. Sebab ini berkaitan dengan sikap batin atau mensrea (niat jahat), yang bisa dinilai,” jawabnya.

Sementara itu, salah seorang kuasa hukum Ranto Hensa, Doddy Wijaya usai sidang menjelaskan, produk investasi milik Narada dan OSO Sekuritas tidak bisa dikatakan sebagai perkara penipuan. Dia kemudian memperjelas keterangan ahli yang mengatakan perbedaan antara penipuan dengan wanprestasi adalah terletak pada ante factum atau niat jahat nya.

Sedangkan status Ranto adalah Agen marketing sekaligus investor produk itu.

“Kalau terkait dengan Narada dan OSO tidak bisa dibilang penipuan karena investasi tersebut tidak pernah ada masalah sebelumnya. Baru-bari ini aja ada masalah gagal bayar. Sehingga (dalam perkara ini) Ranto tidak bisa dimintai pertanggung jawaban hukum,”kata Doddy Wijaya.

Disinggung apakah perkara ini lebih tepat dikatakan sebagai perkara Keperdataan, Doddy membenarkan hal itu berdasarkan kesimpulan ahli.

“Sudah pasti (keperdataan), Karena Ranto dan Salim adalah sama-sama Agent dari Narada sekaligus sebagai investor, mereka Korban gagal bayar Narada dan oso,”paparnya.

Sebelum menyetorkan uang, para investor dikatakan Doddy terlebih dahulu mengisi sebuah form pernyataan mengenai resiko. Hal itu disadari penuh oleh para calon investor di awal kesepakatan.

“Para calon investor sebelum menyetor dana langsung ke narada atau oso mengisi form yang isinya, salah satunya adalah mengenai resiko dari investasi,”jelasnya.

Diketahui dalam perkara ini, Ranto Hensa Barlin Sidauruk mengajak teman lamanya semasa kuliah, Salim Himawan Saputra dan Ishak Tjahyono, untuk berinvestasi produk keuangan non perbankan. Namun, belakangan uang yang sudah diinvestasikan beserta bunganya gagal dibayarkan oleh perusahaan.

Salim Himawan juga berinvestasi deposito non perbankan di PT Narada Kapital Indonesia yang ditawarkan Ranto senilai Rp 100 juta.

Ranto kemudian mengajak satu lagi temannya, Ishak Tjahyono, untuk berinvestasi produk yang sama. Dia mengajak Salim untuk meyakinkan Ishak.

Tidak lama setelah itu, Ishak menyetor uang totalnya Rp 750 juta ke rekening PT Mahkota Properti Indo dan PT Reksa Dana Saham Indonesia.

Namun, uang Ishak Tjahyono yang sudah disetorkannya sebesar Rp 750 juta tidak dapat dicairkan. Begitu juga Profit yang dijanjikan perusahaan.@ fi/jn

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.