SURABAYA – PT. Cahaya Fajar Kaltim (CFK), perusahaan daerah yang bergerak di bidang Ketenagalistrikan di Samarinda, Balikpapan, Tenggarong, dan Bontang, untuk yang ketiga kalinya, diajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT. Cahaya Energi Semeru Sentosa (CESS).
Permohonan PKPU yang ketiga ini diajukan setelah dua pengajuan sebelumnya oleh PT CESS ditarik kembali di Pengadilan Niaga Surabaya tanpa alasan yang jelas.
Dalam permohonannya, PT. CESS meminta agar permohonan PKPU terhadap PT. CFK dikabulkan sepenuhnya, menyatakan bahwa PKPU Responden, yaitu PT. CFK, berada dalam PKPU dengan semua konsekuensi hukumnya. Mereka menunjuk Hakim Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya sebagai hakim pengawas dan menunjuk dan mengangkat Kurator.
“Pada Jumat, 19 Januari, akan ada pembuktian surat. Pada Selasa, 23 Januari, akan ada ahli dari Pemohon. Pada Selasa, 6 Februari, akan ada ahli dari Termohon. Pada Selasa, 13 Februari, akan ada kesimpulan, dan pada Selasa, 20 Februari, sidang putusan. Pada Selasa, 27 Februari, semua pihak diminta hadir dengan membawa bukti surat asli untuk verifikasi,” kata ketua majelis hakim PKPU, Erentua Damanik, di ruang sidang Cakra, PN. Surabaya, pada Selasa (16/1/2024).
Setelah sesi PKPU, saat ditanya, kuasa hukum PT. CESS, Madyo Sidharta, enggan memberikan komentarnya.
Sementara itu, kuasa hukum PT. CFK mencurigai bahwa permohonan PKPU ketiga kali ini dari PT. CESS ditujukan untuk mengganggu proses Homologasi sebelumnya yang sudah disepakati.
Beryl menyatakan bahwa permohonan PKPU saat ini mencakup permohonan sebelumnya yang ditarik kembali. Poin-poinnya sama berdasarkan tagihan dari PT. CESS dan PT. CNEC, yang sebelumnya ditolak oleh hakim pengawas dalam perkara nomor 52/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN Niaga Sby.
Jadi, lanjut Beryl, PT.CFK sebelumnya sudah dinyatakan dalam PKPU, dan sudah ada keputusan Homologasi. Kreditur mendaftarkan klaim, termasuk PT CESS dan PT. CNEC.
“Sekarang, dalam PKPU sebelumnya nomor 52, ada klaim yang ditolak. Mereka mengakui atau mengklaim bahwa klaim tersebut belum ditolak atau belum diverifikasi, sehingga diajukanlah Permohonan PKPU,” jelas Beryl.
Menurut Beryl, keputusan hakim pengawas untuk menolak klaim sebenarnya tidak mengikat secara hukum.
Perjanjian Perdamaian yang disepakati oleh debitur dan mayoritas kreditur, sebagaimana diatur dalam Pasal 281 UU No.37/2004, pada dasarnya memiliki kekuatan hukum yang akan mengikat seluruh kreditur, kecuali kreditur yang menolak voting proposal atau perjanjian perdamaian.
Pasal 286 UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa perdamaian yang telah disahkan mengikat semua kreditur kecuali kreditur yang tidak menyetujui rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281 ayat (2).
“Jika diartikan bahwa klaim yang ditolak tidak terikat dengan perjanjian perdamaian, itu menjadi sebuah pertanyaan. Untuk kepentingan apa! Padahal itu ditolak atau tidak, PT.CESS ini masih terikat dengan putusan Homologasi,” jelasnya.
Ditanya oleh awak media apakah keputusan pengajuan PKPU oleh PT.CESS dapat diartikan bahwa PT. CESS tidak tunduk dan patuh pada undang-undang Kepailitan dan PKPU?
“Dalam hukum, ada ungkapan ‘Res Judicata Pro Veritate Habetur’, keputusan hakim itu harus dianggap benar, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Frasa dalam Pasal 286 kan jelas,” jawab Beryl didampingi Satria Adi Respati dan Wachid Aditya.