Jejak Kerajaan Kahuripan Hingga Prasasti Yang Terbengkalai Di India

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SurabayaPostNews — Kerajaan Kahuripan, adalah salah satu kerajaan bersejarah yang pernah berdiri di Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur

Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan yang muncul setelah keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno (Medang) dan memiliki peran penting dalam sejarah Jawa.

Wilayah kerajaan diperkirakan membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Daerah pantai utara Jawa, terutama Sidoarjo, Surabaya hingga Tuban.

Tahun 1032, menurut prasasti Terep, Airlangga membangun ibu kota baru di wilayah Janggala bernama Kahuripan yang berpusat disekitar Kabupaten Sidoarjo – Pasuruan.

Sementara Berdasarkan prasasti Pamwatan 1042 dan Serat Calon Arang, di akhir masa pemerintahannya, Airlangga kemudian memindahkan ibukotanya ke Daha, Kota Kediri.

Silsilah Raja Airlangga, dapat ditemukan melalui prasasti Pucangan yang terdiri dari dua prasasti berbeda yang dipahat pada sebuah batu, di sisi depan menggunakan bahasa Jawa Kuno dan di sisi belakang menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi kedua prasasti tersebut ditulis dalam aksara Kawi (Jawa Kuno).

Prasasti ini berbentuk blok berpuncak runcing serta pada bagian alas prasasti berbentuk bunga teratai.

Penamaan prasasti ini berdasarkan kata “Pucangan” yang ditemukan pada prasasti tersebut, yang menceritakan adanya perintah membangun pertapaan di Pucangan, sebuah tempat di sekitar Gunung Penanggungan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Silsilah Airlangga (Erlangga) menurut prasasti Pucangan dimulai dari Sri Isyana Tunggawikrama (Mpu Sindok) yang mempunyai anak Sri Isyana Tunggawijaya. Dari perkawinan anaknya dengan Sri Lokapala, lahir Sri Makutawangsawardhana. Anak Makutawangsawardhana yang bernama Gunapriyadharmapatni (Mahendradatta) kawin dengan Udayana, dan lahirlah Airlangga.

Dalam prasasti juga dituliskan bahwa Airlangga menikah dengan putri raja sebelumnya, tetapi pada pernikahan itu keraton terbakar sehingga Airlangga harus melarikan diri ke hutan ditemani Mpu Narotama. Airlangga kemudian didatangi rakyat yang dipimpin oleh para Brahmana, mereka meminta agar Airlangga bersedia menjadi raja.

Kemudian di prasasti juga disampaikan pertempuran-pertempuran yang dimenangkan Airlangga, sehingga semua musuhnya ditaklukan satu persatu dan akhirnya pada tahun 959 saka (1037) Airlangga berhasil duduk di atas takhta dengan meletakkan kakinya di atas kepala semua musuhnya. Selanjutnya disebutkan juga bahwa Airlangga mendirikan sebuah pertapaan di Pugawat (tidak diketahui keberadaanya).

Sedang pada bagian yang berbahasa Jawa Kuno disebutkan pada tanggal 10 paro terang bulan kartika 963 saka (6 November 1041), Airlangga yang bergelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Anantawiramottunggadewa memerintahkan agar daerah-daerah Pucangan, Brahem, dan Bapuri dijadikan Sima untuk kepentingan sebuah pertapaan.

Hal itu dilakukan untuk memenuhi janjinya ketika Pulau Jawa mengalami pralaya sebagai akibat serangan Raja Wurawari yang menyerbu pada tahun 938 saka (1016) dan mengakibatkan raja yang memerintah sebelumnya (Dharmawangsa Teguh) berikut beberapa pejabat tinggi lainya tewas.

Prasasti Pucangan saat ini berada di museum Kalkuta India dalam kondisi tidak terawat, hal itu diterangkan sejarawan asal Inggris Peter Brian Ramsey Care. Prasasti ini awalnya ditemukan pada masa Thomas Stamford Raffles yang saat itu menjadi Letnan Gubernur pemerintahan kolonial Inggris di Batavia.

Pada tahun 1812, Raffles menyerahkan prasasti itu kepada atasannya, Gubernur Jenderal Inggris di India, Lord Minto. Prasasti itu lalu disimpan dan menjadi bagian dari rumah keluarga Minto di Kalkuta.

Ketika keluarga Lord Minto pulang ke Hawick Skotlandia, prasasti ini tidak turut dibawa, melainkan disimpan di museum di Kolkata, India. Dan hingga saat ini tidak ada upaya dari pemerintah untuk memulangkan prasasti ini.

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.