SURABAYA (SurabayaPostNews) — Kasus ambrolnya seluncuran kenjeran Park yang mengakibatkan 17 orang mengalami luka-luka mulai di sidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (5/12/2022).
Sidang perdana ini beragendakan pembacaan dakwaan atas tiga orang diantaranya Direktur Utama Kenjeran Park, Soetiadji Yudho, kemudian Paul Stepen selaku General Manager dan Subandi sebagai Manager Operasional.
Paul Stepen dan Subandi didakwa telah lalai dan tidak menerapkan Standart Operasional Prosedural (SOP) bagi pengunjung khususnya seluncuran di kolam renang Kenjeran park.
Sementara, Soetiadji Yudho didakwa tidak membuat SOP perawatan berkala oleh Jaksa.
Terdakwa Soetiadji Yudho tidak membuat kebijakan terkait dengan pembuatan Standart Operasional Prosedur (SOP) dan perawatan berkala yang dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian khusus terkait dengan perawatan seluncuran,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Uwais Defaa I Qorni saat membacakan surat dakwaan, Senin (5/12).
Selain itu, dalam dakwaannya, Uwais menyebut jika Paul Stephen sebagai General Manager tak bisa mengontrol setiap kegiatan, sehingga dapat berjalan dengan lancar.
Pun dengan Subandi yang tidak mengecek petugas jaga kolam renang waterpark Kenjeran Park Surabaya dan tidak mengecek petugas jaga seluncuran waterpark Kenjeran Park Surabaya.
“Bahwa akibat perbuatan terdakwa dengan tidak membuat kebijakan terkait Standrat Operasional Prosedur (SOP) tidak adanya pembatasan pengunjung yang akan menggunakan papan seluncur, dan juga perawatan berkala seluncuran, pada Sabtu tanggal 07 Mei 2022 sekira jam 13.30 WIB terjadi penumpukan pengunjung yang berhenti di segmen 6 dan 7 sebanyak 17 orang yang mengakibatkan jatuh kemudian mengalami luka-luka,” ujarnya.
Uwais menuturkan, setiap perusahaan yang mengelola wahana, seharusnya memiliki SOP. Hal tersebut tertuang dalam undang-undang. Operasional wahana harus memiliki standar pengelolaan karena menyangkut keselamatan pengunjung.
Seusai persidangan, penasihat hukum terdakwa, Mohammad Syahid mengatakan akan mengajukan eksepsi yang isinya mengenai salah satu terdakwa yang merupakan orang baru di Kenpark tersebut.
“Salah satu klien kami yang bernama Subandi merupakan orang baru yang coba ditarik menjadi Manajer Operasional. Nah keberatan kami mungkin soal itu,” katanya.
Menyoal pengajuan Restorative Justice (RJ), Syahid mengatakan jika RJ ditolak oleh pihak kejaksaan. Alasannya banyak pertimbangan yang dirinya tidak memahaminya.
“Bukti perdamaian akan kami ajukan saat agenda pembuktian. Kami bersyukur karena majelis hakim tidak menahan klien kami,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Aji Kalbu melalui Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, Putu Arya Wibisana mengungkapkan jika gagalnya penerapan RJ dalam perkara Kenparak karena itu masih pra, bukannya digagalkan.
“Kalau pra RJ itu kan prosesnya harus meminta persetujuan dari pimpinan, nah ini pertimbangan kami mengapa tidak diajukan ke RJ karena pertimbangannya langsung masyarakat, maka kita ajukan ke persidangan,” bebernya.
Untuk perdamaian, Putu menyebut memang sempat diajukan oleh pihak terdakwa. Namun, untuk RJ sendiri memang sifatnya hanya pra RJ.@ *