Hakim Dede Suryaman Akui Kembalikan Uang 300 Juta Di Warung

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

SURABAYA (SurabayaPostNews) — Mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Dede Suryaman blak blakan mengaku menerima uang sebesar Rp 300 juta sewaktu menanganai kasus korupsi Walikota Kediri 2021 silam.

Dede Suryaman yang saat ini menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat itu pun mengakui uang sebesar itu dibagikan kepada dua hakim lainnya.

Pengakuan hakim Dede ini disampaikannya saat menjadi saksi dalam perkara dugaan suap yang membelit Panitera Pengganti (PP) M Hamdan, Selasa (2/8/2022) kemarin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya.

Kasus yang membelit Hamdan ini merupakan rangkaian dari perkara yang membelit Hakim Itong Isnaini dan pengacara RM Hendro Kasiono.

Dalam kesaksiannya, hakim Dede awalnya ditanya jaksa penuntut umum (JPU) mengenai perkara yang berkaitan dengan terdakwa Hamdan, yakni pemberian uang dalam kaitannya dengan perkara korupsi Walikota Kediri dengan terdakwa dokter Samsul Ashar di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Ia pun menjelaskan, bahwa dalam perkara tersebut ia merupakan Ketua Majelis Hakim, dan berlaku sebagai anggota majelis hakim adalah Kusdarwanto dan Emma Ellyani.

Dicecar Pertanyaan

Dalam perkara itu, hakim Dede dicecar JPU terkait kronologi pengambilan keputusan. Sebab, dalam kesaksian hakim Kusdarwanto dan hakim adhoc Emma Ellyani menyebutkan bahwa terjadi perdebatan panjang sebelum penjatuhan vonis pada terdakwa dokter Samsul.

Perdebatan yang dimaksud adalah, jumlah vonis yang dijatuhkan. Dalam musyawarah majelis, hakim Kusdarwanto saat itu menginginkan terdakwa divonis 5 tahun penjara dan hakim Emma menginginkan hukuman 7 tahun penjara.

“Saat itu memang ada perdebatan. Masing-masing punya usulan. Dan saat itu saya usul 4 tahun 6 bulan dengan pertimbangan kemanusiaan. Tuntutannya 12 tahun,” ujarnya, Selasa (2/8).

Ia lalu bercerita, sebelum proses perdebatan itu terjadi, dirinya menerima uang yang disebutnya sebagai ‘uang terimakasih’ dari pengacara terdakwa bernama Yuda. “Berikan uang terimakasih sebelum putusan sebesar Rp300 juta,” tegasnya.

Disinggung jaksa apakah yang dimaksud dengan uang terimakasih tersebut, meski awalnya agak berbelit, Hakim Dede akhirnya mengakui jika ada pesan dari Yuda agar bisa mendapatkan keringanan hukuman terkait dengan kliennya. “Apa yang dimaksud dengan uang terimakasih, bisa dijelaskan saudara saksi?. Apa minta tolong diringankan (hukumannya),” tanya JPU.

“Ya sebangsa itu lah. Yuda tidak menyebutkan apa-apa, hanya minta diringankan saja,” jawab hakim Dede.

Ia lalu menjelaskan, uang sebesar Rp300 juta itu lalu dibagikannya pada hakim anggota. Masing-masing mendapatkan Rp100 juta. Khusus untuk terdakwa Hamdan, ia menyebut memberinya Rp10 juta. Namun ia mengaku lupa saat JPU mengingatkannya keterangan dalam BAP yang menyebut bahwa terdakwa diberi uang saksi sebesar Rp30 juta.

“(Terdakwa) Hamdan Rp10 juta, yang lain masing-masing hakim Rp100 (juta). Untuk Hamdan lupa saya, Rp10 juta atau Rp30 juta saya lupa,” tegasnya.

Ia kembali menjelaskan, uang-uang diakui telah dikembalikan pada pengacara bernama Yuda. Proses pengembalian uang itu, diberikan pada Yuda di sebuah rumah makan yang terletak di sebelah Pengadilan Negeri Surabaya.

Uang Dikembalikan Di Warung

Sebelum mengembalikan uang itu, ia mengaku telah menarik uang yang telah dibagikan pada hakim dan terdakwa. Ia beralasan, mengembalikan uang tersebut karena putusan majelis hakim terhadap perkara Wali Kota Kediri tidak bisa bulat.

“Uang saya sudah serahkan ke Yuda tidak tersisa. Kita serahkan ke warung sebelah PN. Uang semuanya dikembalikan pada Yuda,” tandasnya.

Saat disinggung jaksa soal vonis Wali Kota Kediri? Dede dengan terkesan bangga menyebut jika akhirnya pendapatnya lah yang akhirnya dipakai dalam amar putusan tersebut. “Pendapat saya dong,… Saya ketua majelis kok,” ujarnya disambut tawa pengunjung sidang.

Pada kesaksian hakim Emma dan Kusdarwanto, JPU sempat mengkonfirmasi soal pemberian uang dari para pihak dalam perkara Wali Kota Kediri itu. Kedua saksi yang diperiksa secara terpisah ini secara kompak membantahnya. Mereka menyebut tidak mengetahui apa-apa perihal pemberian janji, hadiah atau uang dalam perkara tersebut. “Tidak tahu, saya tidak tahu ada pemberian semacam itu,” ujar Emma dan Kusdarwanto secara terpisah.

Diketahui, sidang perkara tindak pidana korupsi gratifikasi suap Hakim Pengadilan Negeri Surabaya nonaktif, Itong Isnaeni Hidayat digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Surabaya. Atas perkara ini, Itong tidak sendirian, ia pun didakwa bersama dengan M Hamdan; Panitera Pengganti, dan Hendro Kasiono; seorang pengacara, dalam berkas terpisah. Total suap yang diterima dalam perkara ini mencapai Rp545 juta.

Hakim Itong dan Panitera Pengganti M Hamdan pun dijerat dengan pasal berlapis. Diantaranya Itong Isnaeni dan Hamdan sebagai penerima suap didakwa pasal Kesatu: Pasal 12 huruf c UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1.

Sedangkan, terdakwa Hendro Kasiono sebagai pemberi suap didakwa Kesatu: Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kedua: Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.**

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Leave A Reply

Your email address will not be published.