SURABAYA (SurabayaPostNews) – Kasus penganiayaan terhadap jurnalis Tempo Nurhadi sudah masuk tahap ke dua di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Namun, untuk proses administrasi pelimpahan kasus ke Pengadilan, diserahkan pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya.
Penyidik di Kejati Jatim sudah menyatakan berkas perkara itu lengkap (P21). Terdapat dua tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini. Hanya saja, para tersangka itu tidak ditahan. Mereka masih menjalankan dinas di Polda Jatim sebagai anggota Polri aktif.
“Kedua tersangka beserta barang buktinya sudah diserahkan ke kami. nanti, tinggal kita serahkan ke pengadilan. Tapi, kami harus berkoordinasi lagi ke Kejati Jatim untuk waktu pelimpahan ke pengadilan,” kata Kepala Kejari Tanjung Perak Surabaya, I Ketut Kasna Dedi, Jumat (27/8).
Selain undang-undang RI nomor 40/1999 tentang Pers Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, ada beberapa pasal lainnya yang diberikan kepada para terdakwa. Yakni pasal 170 ayat (1) KUHP. Atau pasal 351 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau pasal 335 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ada beberapa poin menjadi pertimbangan, kedua tersangka ini tidak ditahan. Yaitu, ada pernyataan dari instansi tempat terdakwa bekerja (Polda Jatim), menyatakan kalau tenaga terdakwa masih dibutuhkan.
Selain itu, ada jaminan dari masing-masing keluarga tersangka kalau para tersangka tidak akan melarikan diri. Terakhir, mereka (kedua terdakwa) berjanji bakal kooperatif mengikuti proses hukum.
“Pertimbangan itu yang akhirnya ada keputusan kalau tersangka tidak ditahan,” ungkapnya.
Sementara itu, penasihat hukum Nurhadi, Fatkhul Khoir menyayangkan sampai saat ini, hanya dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, sampai saat ini, mereka tidak mendapatkan informasi terbaru upaya pengembangan kasus ini.
“Terakhir kali, kita berkoordinasi dengan penyidik itu, katanya setelah pelimpahan kedua berkas perkara itu, penyidik akan melakukan pengembangan lagi. Walau beberapa nama-nama telah muncul. Baik saat pemeriksaan maupun rekonstruksi,” katanya saat konferensi pers via daring, yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Jumat (27/8).
Ia mempertanyakan alasan kedua tersangka itu tidak ditahan. Seharusnya, keamanan dan psikologis korban dan saksi kunci di menjadi pertimbangan polisi dan kejaksaan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka.
“Korban dan saksi kunci itu mangalami trauma berkepanjangan. Bahkan sampai hari ini. tidak hanya itu, beberapa informasi yang kami dapatkan, sampai saat ini klien kami masih sering dipantau oleh beberapa oknum. Entah itu dari pihak tersangka atau siapapun,” ungkapnya.
“Klien kami (korban dan saksi kunci) sering didatangi oleh orang yang tidak dikenal. Sehingga, menimbulkan rasa terancam. Kami, juga mempertanyakan apakah tersangka masih dipersenjatai. Karena saat ini, mereka masih aktif sebagai anggota kepolisian. Karena berpengaru dengan sikologis korban dan saksi kunci,” tambahnya.
Ketua AJI Surabaya Eben Haezer mengaku akan melakukan audiensi kepada ke Kejari Tanjung Perak. Mereka ke sana, ingin menyampaikan kegelisahan yang dialami oleh penasihat hukum termasuk korban dan saksi kunci.
“Kemungkinan minggu depan kami akan melakukan pertemuan dengan Kajari Tanjung Perak. Sekalian kita mempertanyakan kapan persidangan kedua tersangka dimulai. Tapi, kalau kita melihat waktu normal, kemungkinan dua minggu lagi. Jadi sekitar awal September 2021,” ungkapnya.
Mereka (AJI Surabaya) juga ingin mempertanyakan keamanan bagi Nurhadi. Karena, kondisinya dinilai sangat rawan. Sebab, ia sempat mendengar rumor kalau masih banyak orang misterius yang mencari keberadaan Nurhadi.
“Terlepas itu hanya rumor benar atau tidaknya. Tapi, kita harus mengantisipasi itu semua. Kami melihat situasi ini sebagai situasi yang rawan. Juga sebagai situasi yang mengancam. Kami ingin polisi profesional menangani kasus ini. Jangan sampai mencoreng nama institusi,”tandasnya.@ (L1)