SurabayaPostNews — Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan bahwa penyelesaian akar masalah pengungsi Rohingya harus menjadi fokus utama, terutama mengingat terus meningkatnya kekerasan di Myanmar akibat pertentangan antara junta militer dan warga sipil.
Dalam Global Refugee Forum (GRF) di PBB Jenewa, Retno memanggil masyarakat internasional untuk bersama-sama menghentikan konflik dan memulihkan demokrasi di Myanmar, sehingga warga Rohingya dapat kembali ke tanah air mereka.
Retno juga mengingatkan bahwa pengungsi Rohingya menjadi korban tindak pidana perdagangan dan penyelundupan manusia (TPPO), termasuk ribuan yang mencari perlindungan di Indonesia. Dia menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen memerangi TPPO sebagai kejahatan transnasional, namun perlu kerjasama erat, baik di tingkat regional maupun internasional.
“Saya jelaskan bahwa Indonesia tidak akan ragu-ragu untuk memerangi TPPO yang merupakan kejahatan transnasional.”tegas Retno.
Dalam pertemuan GRF yang dihadiri oleh 140 negara, Retno menekankan pentingnya kerja sama dengan UNHCR dan IOM dalam menangani masalah Rohingya. Dia juga mencatat lambannya proses resettlement dan menyoroti penutupan pintu oleh beberapa negara pihak Konvensi Pengungsi terhadap para pengungsi.
Menlu Retno secara tegas menyampaikan komitmen Indonesia untuk memperkuat kerja sama dalam kerangka Bali Process, sebagai forum penanganan TPPO dan kejahatan terkait lainnya di antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan.
Sebelumnya, UNHCR Indonesia melaporkan seribuan pengungsi Rohingya yang tiba di Aceh, menyoroti situasi kritis di Myanmar, di mana Rohingya, kelompok etnis minoritas Muslim, mengalami penindasan dalam konflik berkepanjangan. *