SurabayaPostNews – Pendangkalan Kali Perak Surabaya sangat parah, dengan tujuh galangan kapal di sepanjang sungai yang tidak dapat beroperasi secara maksimal. Ini menjadi masalah serius bagi industri kapal dan sarana lepas pantai di kawasan ini.
Ketua Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO) Jatim, Momon Hermono, menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan ini menyewa lahan dari Pelindo setiap tahunnya dengan biaya sewa yang signifikan, mencapai hingga 6 miliar rupiah per tahun.
Namun, ironisnya, Pelindo sendiri tidak merawat Kali Perak di wilayahnya sendiri. Masing-masing galangan kapal terpaksa harus melakukan pengerukan sendiri dan mengeluarkan biaya tambahan agar kapal-kapal yang perlu diperbaiki dapat masuk.
Momon mengungkapkan bahwa sejak tahun 2017, sudah terjadi berulang kali pertemuan dengan Pelindo namun tidak ada tindak lanjut konkret terkait pendangkalan ini.
Akibatnya, IPERINDO melaporkan masalah ini ke Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, karena tidak ada tindakan nyata yang diambil oleh Pelindo.
“Dampaknya sangat dirasakan, pendapatan ketujuh galangan kapal di Kali Perak tersebut sudah merosot sejak tahun 2017,” ungkap Momon.
Momon Hermono menambahkan bahwa Kemenko Maritim dan Investasi telah merespons keluhan dari IPERINDO dan meminta agar Pelindo segera melakukan pengerukan Kali Perak untuk mengatasi masalah pendangkalan ini.
Namun, Departemen Head Hukum dan Humas Pelindo Regional 3, Karlinda Sari, membantah klaim tersebut. Menurutnya, pemeliharaan alur dan kali adalah tanggung jawab regulator pelabuhan, dan bisa didelegasikan kepada instansi terkait.
Pelindo menegaskan bahwa mereka terbuka terhadap masukan dan bahkan pernah bernegosiasi bersama IPERINDO untuk menyelesaikan masalah ini.
Pendangkalan Kali Perak juga bukan hanya masalah di Surabaya, tetapi juga terjadi di Kalimas, di mana kapal-kapal Pelra (Pelayaran Rakyat) juga kesulitan bergerak akibat pendangkalan. Hal ini mengurangi frekuensi kapal melaut dan jumlah kapal yang sandar di Kalimas.
Ketua Asosiasi Pelayaran Rakyat (Pelra) Jawa Timur, Salehwangen Hamsar, mengkhawatirkan dampak pendangkalan ini pada sejarah Kalimas sebagai ikon kapal rakyat. Akibat berkurangnya frekuensi kapal melaut, harga kebutuhan pokok di kepulauan juga menjadi lebih mahal karena suplai barang tidak lancar.
Pelindo, sebagai operator pelabuhan, diharapkan untuk memikirkan dan memperlancar arus distribusi barang agar masyarakat di wilayah ini tidak terkena dampak negatif.